TARAKAN, Headlinews.id — Salah satu tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Tarakan ternyata adalah seorang ASN di salah satu dinas kota. Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Deddy Yuliansyah Rasyid, S.H., M.H., menegaskan peran ASN tersebut sangat krusial dalam memanipulasi data kependudukan calon debitur.
ASN yang bersangkutan diduga mengubah berbagai elemen data, mulai dari usia, status perkawinan, hingga alamat rumah, agar calon debitur yang seharusnya tidak memenuhi syarat tetap bisa lolos dalam pengajuan KUR.
“Beberapa calon debitur secara administrasi sebenarnya tidak layak menerima kredit, tapi datanya dimanipulasi sehingga masuk kriteria. Ini jelas merugikan negara,” kata Deddy, Senin (3/11/2025).
Menurut Deddy, pihaknya sudah mengirimkan surat koordinasi kepada Pemkot Tarakan sebagai pembina ASN terkait, agar proses hukum tetap sesuai prosedur. Penetapan tersangka ASN ini juga melibatkan koordinasi dengan pembina ASN untuk memastikan status kepegawaian tidak menjadi penghalang proses penyidikan.
Selain mengubah data, ASN ini diduga mengetahui sepenuhnya bahwa tindakannya salah.
“Tersangka ini memiliki kewenangan mengelola sistem kependudukan dan mampu masuk ke aplikasi untuk melakukan perubahan data. Meskipun begitu, dia tetap menerima upah atau imbalan dari tersangka lainnya,” jelas Deddy.
Perubahan data ini bukan hanya soal formalitas administrasi. Beberapa data yang diubah ditujukan untuk menghindari sistem BI Checking, agar pengajuan KUR terlihat sah. Contohnya, seorang calon debitur yang belum memiliki rumah sendiri diberi alamat seakan-akan sudah punya rumah sendiri yang terpisah dari orang tua.
Modus ini terjadi selama tahun 2022 dan 2023, bersamaan dengan penyimpangan KUR yang dilakukan tersangka lain, yaitu E.N., pegawai bank, dan S., agen pencari nasabah. ASN ini bekerja sama dengan kedua tersangka untuk memuluskan proses pencairan kredit fiktif.
Kejaksaan menegaskan, fokus utama penyidikan ASN ini adalah kerugian negara, bukan pemalsuan data warga digunakan, namun pemalsuan digunakan untuk memuluskan tindak pidana.
Meski demikian, pihak kejaksaan tetap menghimbau masyarakat yang datanya dimanfaatkan untuk mengembalikan sebagian dana jika sempat diterima.
Sementara itu, penyidik telah menahan ASN ini bersama dua tersangka lainnya di Lapas Kelas II A Tarakan selama 20 hari pertama. Penahanan ini dilakukan setelah penyidik menilai bukti sudah mencukupi.
Deddy menambahkan, kasus ini masih dapat berkembang, termasuk kemungkinan tersangka lain dari pihak bank maupun instansi terkait yang ikut terlibat atau mengetahui perbuatan ini.
“Penyidikan bersifat terbuka, siapa pun yang terlibat akan dipanggil, baik sebagai saksi maupun tersangka,” tegasnya. (saf)










