NUNUKAN, Headlinews.id– Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah resmi disahkan dalam Rapat Paripurna yang digelar DPRD bersama Pemkab Nunukan, Senin (7/7/2025).
Ketua DPRD Kabupaten Nunukan, melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), DR. Andi Muliyono, SH, MH, menuturkan Perda ini merupakan bagian dari penyesuaian terhadap kebijakan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.
“Lahirnya perda ini sebagai bentuk keseriusan daerah dalam mengikuti dinamika regulasi pusat. Wujud responsif daerah dalam melakukan harmonisasi kebijakan fiskal, agar selaras dengan kebijakan nasional yang lebih terpadu,” kata Andi Muliyono saat menyampaikan Laporan Akhir Bapemperda DPRD Nunukan.
Penggabungan jenis pajak dan retribusi dalam satu regulasi akan menciptakan efisiensi hukum serta kemudahan dalam pelaksanaan di lapangan. Sehingga Perda ini diharapkan bisa menjadi instrument strategis dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami memberikan catatan penting agar pelaksanaan perda ini tidak hanya fokus pada target pendapatan, tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, transparansi, dan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pungutan,” tuturnya.
Ia menambahkan, catatan lainnya terkait sosialisasi yang masih dan penguatan sumber daya manusia (SDM) pengelola pajak dan retribusi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sehingga keberhasilan perda ini akan sangat bergantung pada kesiapan teknis para pelaksana.
Menurutnya, Pemerintah daerah perlu memberikan pelatihan yang cukup kepada aparatur teknis. Pemahaman yang matang sangat penting agar pelaksanaan di lapangan tidak menimbulkan resistensi dari masyarakat.
Ditambah lagi, aspek keadilan sosial dan ekonomi lokal juga menjadi perhatian serius DPRD Nunukan. Misalnya tarif yang ditetapkan dalam perubahan perda ini tidak membebani masyarakat kecil, khususnya pelaku usaha mikro serta warga di perbatasan yang memiliki keterbatasan akses dan ekonomi.
“Prinsip keadilan dan proporsionalitas harus menjadi dasar dalam merumuskan tarif. Jangan sampai justru perda ini memberatkan dan menciptakan ketimpangan baru,” tegasnya. (*)