LEBIH dari satu dekade mengabdi di Masjid Fathul Khair, Samarinda, Junaidi akhirnya memperoleh kesempatan menginjak Tanah Suci melalui Program Gratispol, pengalaman yang menjadi puncak perjalanan spiritual bagi marbot yang setia menjaga rumah ibadah itu.
Lahir dan besar di Amuntai, Banjarmasin, Junaidi datang merantau dengan langkah sederhana dan harapan yang tidak besar.
Pengabdian panjangnya, yang dijalani dengan ketekunan dan kesabaran sejak 2012, kini membuahkan pengalaman istimewa yang selama ini hanya bisa ia impikan.
Beberapa bulan setelah tiba di Samarinda, sebuah telepon dari seorang guru mengubah arah hidupnya. Ia diminta datang ke sebuah pertemuan, yang kemudian mengantarkannya pada penempatan di Masjid Fathul Khair.
Sejak hari itu, masjid menjadi ruang hidupnya, tempat ia bekerja, beribadah, sekaligus menemukan makna pengabdian.
“Awalnya saya diminta hadir di pertemuan oleh guru di masjid, dari situ mulai penempatan saya di Masjid Fathul Khair. Hari itu menjadi awal perjalanan saya di masjid ini,” ujar Junaidi, Minggu (30/11/2025).
Setiap pagi, sebelum jamaah pertama datang, Junaidi sudah berada di masjid. Ia memulai hari dengan membuka pintu masjid, menyapu halaman, menata sajadah, memeriksa tempat wudu, dan memastikan ruang ibadah bersih dan nyaman. Rutinitas yang sama ia jalani hari demi hari, bertahun-tahun, tanpa banyak suara dan pujian.
“Kerjaan ini sangat menyenangkan. Saya salat lima waktu terjaga di sini kan, mencari keridaan Allah,” katanya.
Kesetiaan Junaidi selama bertahun-tahun tidak luput dari perhatian pihak masjid. Ketika Program Gratispol digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, namanya masuk daftar calon penerima, memberikan kesempatan bagi para penjaga rumah ibadah untuk menunaikan ibadah umrah secara gratis.
“Yang menyampaikan itu dari pihak masjid. Sangat senang waktu tahu bisa ikut program ini, rasanya seperti mimpi yang jadi kenyataan,” kata Junaidi.
Pada Oktober lalu, Junaidi memulai perjalanan spiritualnya yang pertama ke Tanah Suci. Perjalanan itu menjadi pengalaman pertama ia naik pesawat dan pertama kali melihat Masjidil Haram secara langsung.
Selama sepuluh hari, ia menjalani rangkaian ibadah dengan penuh kekhusyukan, menghadapi cuaca panas, keramaian jamaah dari berbagai negara, dan jadwal ibadah yang padat.
“Semuanya dibiayai oleh program Gratispol. Saya hanya menyiapkan sedikit uang untuk keperluan pribadi dan oleh-oleh,” jelas Junaidi.
Program Gratispol menanggung seluruh kebutuhan, termasuk tiket pesawat, penginapan, konsumsi, transportasi di Tanah Suci, serta biaya pembuatan paspor yang sebelumnya sempat ia tanggung sendiri.
“Bahkan untuk paspor aja kemarin dia sendiri, tapi diganti lagi,” katanya.
Fasilitas lengkap ini membuat Junaidi bisa fokus menjalankan ibadah tanpa terbebani biaya logistik.
Momen melihat Ka’bah untuk pertama kalinya menjadi titik paling emosional dalam perjalanannya. Sederhana tapi penuh makna.
“Sangat terharu,” ucapnya pelan, kalimat pendek namun jelas menggambarkan betapa dalam rasa syukur yang ia rasakan.
Setelah kembali ke Samarinda, Junaidi melanjutkan rutinitasnya di Masjid Fathul Khair dengan semangat baru. Pengalaman itu menjadi energi tambahan untuk tetap menjalankan tugasnya dengan tulus dan penuh dedikasi.
Ia berharap Program Jospol bisa menjangkau lebih banyak marbot lainnya di masa depan.
“Mudah-mudahan ke depannya yang belum merasakan, khususnya marbot-marbot, bisa ikut berangkat juga. Ini benar-benar pengalaman yang luar biasa bagi kami,” tuturnya.
Di akhir ceritanya, Junaidi menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pemerintah daerah atas kesempatan yang telah diberikan.
“Kami banyak mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah mengadakan program Gratispol Jospol ini. Semoga beliau sehat selalu dan panjang umur, serta program ini terus berlanjut untuk marbot lainnya,” tutupnya.
Adv/Diskominfo Kaltim










