TARAKAN, Headlinews.id – MI, seorang bocah berusia 8 tahun yang duduk di bangku kelas 2 SD Negeri 024 Tarakan, menghembuskan napas terakhirnya pada Selasa (5/11/2024). Ia diduga menjadi korban pemukulan oleh teman sekelasnya pada Agustus lalu.
Menurut keterangan ibunya, Susilawati, insiden ini pertama kali diketahui ketika MI pulang dalam kondisi pakaian robek dan mata kirinya bengkak. “Dia bilang dipukul oleh FA. Saat kami bawa ke puskesmas, dokter bilang kondisinya belum parah, jadi tidak dirujuk. Padahal matanya sudah sangat bengkak,” ujar Susi pada Selasa (5/11/2024).
Di puskesmas, MI hanya diberi obat pereda sakit dan anti gatal. Susilawati kemudian membawa anaknya ke dokter umum, yang akhirnya merujuk MI untuk menjalani operasi guna mengeluarkan cairan nanah pada akhir Agustus. Usai operasi, MI sempat membaik dan menjalani perawatan jalan.
Namun, pada bulan September, kondisi kesehatan MI kembali memburuk hingga harus dirawat intensif di sebuah rumah sakit di Tarakan. Menurut Susilawati, dokter menemukan adanya penyumbatan cairan di kepala MI. Bocah itu pun sempat koma selama sekitar 10 hari sebelum akhirnya meninggal dunia. “Kata dokter, cairan nanah bercampur darah naik ke kepalanya,” tambah Susi sambil menunjukkan hasil CT Scan dari rumah sakit.
Awalnya, pihak rumah sakit berencana merujuk MI ke Surabaya untuk penanganan lebih lanjut. Namun, kondisi MI tiba-tiba memburuk meskipun sudah menjalani operasi mata.
Menurut Susi, hingga MI meninggal dunia, keluarga pelaku belum menunjukkan itikad baik untuk bertanggung jawab. “Mereka hanya memberikan uang Rp500 ribu dan Rp1 juta, itu pun saat kami butuh biaya untuk rujukan. Saya pernah minta bantuan Rp20 juta lagi, tapi nyawa anak saya sekarang sudah hilang. Saya pasrah saja,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Tanggapan Sekolah
Kepala SDN 024 Tarakan, Siti Masitah, menyatakan pihaknya telah mempertemukan kedua orangtua untuk melakukan mediasi. Hasilnya, dibuat kesepakatan tertulis dengan ketentuan bantuan bersifat sukarela dari pihak pelaku. “Orangtua pelaku bersedia membantu biaya pengobatan dengan syarat ada bukti pembayaran yang dikumpulkan sebagai dasar permintaan bantuan,” terang Siti.
Siti juga menjelaskan, pemukulan terjadi saat proses belajar mengajar ketika wali kelas sedang menulis di papan tulis. Keesokan harinya, pihak sekolah baru mengetahui kejadian tersebut setelah orangtua MI melaporkan bahwa anaknya dirawat di rumah sakit.
“Kami bersama bagian kesiswaan langsung ke rumah sakit, dan saat itu MI dipindahkan ke ruang PICU. Kami juga mengumpulkan bantuan dari sekolah dan dari orangtua pelaku,” kata Siti.
Menurut asisten dokter yang dikonsultasikan oleh pihak sekolah, MI diketahui memiliki penyakit bawaan yang kemungkinan baru muncul akibat pemukulan tersebut. Siti menambahkan bahwa MI memiliki sifat pendiam dan tidak langsung melapor, sementara FA mengalami keterlambatan bicara sehingga sulit memahami ucapan orang lain.
“Setelah kejadian itu, kami pisahkan MI dan FA agar tidak lagi berada di kelas yang sama. Dari pengakuan FA, ia hanya memukul sekali menggunakan tangan kosong karena berebut kursi. MI juga mengakui hal serupa. Secara fisik, MI lebih besar dari FA, jadi untuk ukuran anak kelas 2 SD, kecil kemungkinan bisa mengakibatkan luka parah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Siti mengatakan pihak sekolah telah melaporkan kasus ini ke Dinas Pendidikan Kota Tarakan dan meminta bantuan dari Baznas Tarakan untuk biaya rujukan ke Surabaya. “Yang jelas, ini bukan kasus bullying. Wali kelas tidak mengetahui kejadian karena MI tidak menangis, dan teman-temannya tidak melapor sampai selesai pelajaran,” tegasnya. (*/saf)