TARAKAN, Headlinews.id – Penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp2,195 miliar di Kota Tarakan terus berlanjut. Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan kini memperluas pemeriksaan terhadap sejumlah pihak, termasuk nasabah yang namanya tercantum sebagai penerima KUR, namun diduga tidak pernah menikmati dana pinjaman tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Deddy Yuliansyah Rasyid, melalui Kasi Intelijen Muhammad Rahman, mengatakan bahwa sejak tahap penyidikan dibuka, tim telah memanggil puluhan saksi untuk dimintai keterangan.
Pemeriksaan dilakukan secara intensif guna memastikan alur penggunaan dana dan keterlibatan pihak-pihak yang memanfaatkan celah dalam penyaluran kredit.
“Hingga saat ini, penyidik Kejari Tarakan masih terus memeriksa saksi-saksi yang berkaitan langsung dengan proses pengajuan dan pencairan KUR. Kami ingin memastikan bahwa setiap nama yang tercantum sebagai debitur benar-benar diperiksa secara menyeluruh,” ujar Rahman saat dikonfirmasi, Kamis (6/11/2025).
Ia menambahkan, sebagian besar saksi yang telah diperiksa merupakan masyarakat yang namanya digunakan untuk pengajuan kredit tanpa sepengetahuan mereka.
“Modus yang kami temukan adalah kredit topengan dan kredit tempilan. Artinya, pengajuan dan pencairan KUR dilakukan atas nama orang lain, sementara dana justru dinikmati oleh pihak yang berbeda,” ungkapnya.
Dalam modus ini, oknum tertentu memanfaatkan identitas calon debitur untuk memenuhi syarat administratif. Setelah pengajuan disetujui oleh pihak bank, dana yang seharusnya disalurkan kepada penerima manfaat justru dialihkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
“Dari hasil pemeriksaan sementara, ada sekitar 43 nama yang digunakan dalam pengajuan. Sebagian besar mengaku tidak tahu menahu soal proses pencairan dan bahkan tidak pernah menandatangani dokumen pinjaman. Inilah yang sedang kami klarifikasi lebih dalam,” jelas Rahman.
Untuk memperkuat pembuktian, Kejari Tarakan juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Utara. Pemeriksaan ahli dilakukan guna memastikan adanya kerugian negara sekaligus menelusuri jejak aliran dana yang dicairkan.
“Tim penyidik bersama BPKP masih menghitung nilai kerugian negara dan menelusuri aliran dana dari setiap pencairan KUR bermasalah itu. Kami ingin semua jelas, siapa yang mengambil keuntungan dan bagaimana prosesnya bisa terjadi,” tutur Rahman.
Ia menegaskan, proses penyidikan tidak berhenti pada tiga tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya. Tim masih menganalisis setiap keterangan saksi dan dokumen yang dikumpulkan untuk melihat kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari internal perbankan maupun pihak eksternal.
“Penyidikan masih terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru jika ditemukan bukti keterlibatan lain. Kami bekerja hati-hati karena menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan dan program pemerintah,” ujarnya.
Rahman juga memastikan, penyidik tetap mengedepankan asas transparansi dan profesionalitas dalam penanganan perkara ini. Menurutnya, kasus ini menjadi pembelajaran penting agar penyaluran KUR yang seharusnya membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak disalahgunakan.
“Kami ingin memastikan program pemerintah yang tujuannya sangat baik ini tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Setiap rupiah yang keluar dari kas negara harus sampai ke masyarakat yang berhak,” tegasnya.
Diketahui, dalam perkara tersebut, Kejari Tarakan telah menetapkan tiga tersangka yakni EN, S, dan M. EN merupakan pegawai salah satu bank milik negara yang bertugas dalam proses pencairan KUR, S berperan sebagai pihak yang mencari calon debitur, sementara M adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Tarakan yang turut memfasilitasi proses pengajuan.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 56 KUHP.
Rahman menegaskan, Kejari Tarakan berkomitmen menuntaskan kasus ini hingga ke akar. “Kami akan menindak siapa pun yang terbukti menyalahgunakan kewenangan atau menikmati hasil dari tindak pidana ini. Tidak ada toleransi untuk pelanggaran hukum, apalagi yang merugikan keuangan negara,” pungkasnya. (saf)










