TARAKAN, Headlinews.id – Pemeriksaan saksi terkait dugaan penyimpangan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp2,195 miliar terus dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tarakan.
Hingga saat ini, sekitar 43 debitur telah dipanggil untuk dimintai keterangan dalam upaya mengungkap modus kredit topengan dan tempilan yang digunakan para pelaku.
Penyidikan perkara ini sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka, yakni EN, oknum mantri di salah satu unit BRI, kemudian S perantara pencari nasabah serta MS yang merupakan ASN di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tarakan.
Namun, pihak bank mengaku belum menerima pemberitahuan resmi terkait kasus tersebut. Kepala Kantor Cabang BRI Tarakan, Arief Budiman, menyatakan dirinya belum mendapatkan informasi apa pun dari kejaksaan terkait keterlibatan pegawai BRI.
“Saya belum dapat kabar dari kejaksan juga,” ujar Arief saat dikonfirmasi, Jumat (21/11/2025).
Ia menambahkan sejauh ini kantor cabang belum menerima surat atau pemberitahuan resmi mengenai status hukum EN sebagai tersangka.
“Ga ada. (Penetapan tersangka pegawai BRI) Wah, saya ga tahu, belum. Belum ada kabar berikutnya juga, belum tahu saya juga,” ujarnya.
Arief juga menegaskan informasi mengenai proses penyidikan maupun keterlibatan oknum mantri tersebut tidak pernah ia terima melalui jalur internal.
“Saya belum tahu, makanya saya kalau diminta jelasin ga tahu siapa. (Mantri yang ditetapkan sebagai tersangka) bukan (pegawai BRI),” tegasnya.
Sementara itu, dalam keterangan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Deddy Yuliansyah Rasyid, melalui Kasi Intelijen Muhammad Rahman, menjelaskan penyidik terus memanggil saksi secara bertahap untuk menelusuri alur penggunaan dana KUR.
Menurutnya, sebagian besar saksi merupakan masyarakat yang namanya digunakan sebagai pemohon kredit tanpa sepengetahuan mereka.
“Modus yang kami temukan adalah kredit topengan dan kredit tempilan. Artinya, pengajuan dan pencairan KUR dilakukan atas nama orang lain, sementara dana justru dinikmati oleh pihak yang berbeda,” ungkap Rahman.
Ia menyebutkan, banyak dari 43 debitur yang diperiksa mengaku tidak pernah mengajukan pinjaman ataupun menandatangani dokumen pembiayaan.
“Dari hasil pemeriksaan sementara, ada sekitar 43 nama yang digunakan dalam pengajuan. Sebagian besar tidak tahu menahu soal pencairan, bahkan tidak pernah menandatangani dokumen pinjaman. Inilah yang sedang kami klarifikasi lebih dalam,” jelasnya.
Rahman menegaskan perkembangan penyidikan terus bergerak. Kemungkinan penambahan tersangka baru terbuka, seiring analisis lanjutan terhadap dokumen dan keterangan saksi.
“Penyidikan masih terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru jika ditemukan bukti keterlibatan lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, perkara ini menjadi perhatian khusus karena KUR seharusnya menjadi fasilitas pembiayaan bagi UMKM, bukan dimanfaatkan oknum untuk kepentingan pribadi.
“Kami memastikan program pemerintah yang tujuannya sangat baik ini tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegas Rahman.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan pasal subsidair Pasal 3 dan Pasal 9 undang-undang yang sama. (saf)











