CAHAYA hangat lampu ballroom Hotel Sultan Jakarta memantul lembut di atas panggung ketika nama Vamelia Ibrahim, Bunda PAUD Tana Tidung, diumumkan sebagai penerima Wiyata Darma Utama, penghargaan tertinggi dalam Apresiasi Bunda PAUD Tingkat Nasional 2025.
Riris Dwi
Diantara tepuk tangan tamu undangan, ia melangkah maju dengan mata sedikit berkaca-kaca—bukan karena kebanggaan semata, tetapi karena mengingat perjalanan panjang yang membawanya sampai ke titik itu.
Piagam penghargaan diserahkan langsung oleh Pembina Seruni Kabinet Merah Putih, Selvi Ananda Gibran Rakabuming, disaksikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, para pejabat tinggi Kemendikdasmen, serta Bunda PAUD dari seluruh penjuru tanah air.
Momen itu menandai puncak pengabdian seorang perempuan yang lima tahun lalu bahkan tidak pernah membayangkan dirinya akan berkecimpung dalam dunia pendidikan usia dini.
Ketika dikukuhkan sebagai Bunda PAUD pertama Tana Tidung pada tahun 2020, Vamelia—yang sebelumnya bekerja di dunia perbankan dan kesehariannya bergulat dengan data—memilih memulai dari hal yang paling ia pahami: membaca angka.
“Ketika pertama kali melihat datanya, saya tersentak. Partisipasi anak usia 5–6 tahun hanya 59 persen. Itu bukan sekadar angka, itu adalah wajah anak-anak yang harus kita perjuangkan, ” kenangnya.
Tak berhenti di meja kerja, ia turun langsung ke lapangan. Desa-desa yang hanya bisa diakses dengan perahu cepat ia datangi satu per satu. Ia berdialog dengan guru, orang tua, dan melihat sendiri kondisi ruang belajar yang jauh dari ideal.
“Saya merasa tidak bisa hanya bekerja dari balik meja. Saya harus datang dan mendengar sendiri apa yang dibutuhkan para guru dan anak-anak, ” ujarnya.
Dari perjalanan-perjalanan itulah ia memahami persoalan sesungguhnya: lembaga PAUD kekurangan fasilitas, guru tidak cukup sejahtera, kesadaran masyarakat masih rendah, sementara akses geografis menjadi tantangan yang tidak bisa dianggap remeh.
Tahun 2021 menjadi titik balik. Vamelia menyadari perannya sebagai Bunda PAUD bukan seremonial, melainkan agen perubahan. Ia mulai melakukan advokasi intensif—mulai dari mendorong regulasi PAUD Pra SD, perencanaan anggaran lintas OPD, hingga kebijakan agar desa ikut mengalokasikan dana untuk PAUD.
“Saya membawa data ke setiap meja rapat. Data adalah bahasa yang tidak bisa dibantah, ” tuturnya.
Perlahan tapi pasti, dukungan mulai berdatangan. Komitmen lintas sektor terbentuk, dan berbagai program mulai dijalankan: Guru Sejahtera, Guru Sarjana, peningkatan kompetensi guru, digitalisasi lewat Satu PAUD Dua Laptop, bantuan APE dalam dan luar, hingga Perlengkapan Sekolah Gratis yang memastikan tidak ada alasan anak tidak bersekolah.
Tak berhenti di ranah pendidikan, Vamelia menyentuh aspek kesehatan dan kesejahteraan anak melalui Gerakan Minum Susu Jumat, Dokter Masuk PAUD, dan layanan Jemput KIA agar setiap anak memiliki identitas. Ia juga merayakan bakat anak-anak melalui Tana Tidung Kids Got Talent.
Namun perubahan terbesar justru datang dari masyarakat. Melalui Desa Peduli Pendidikan, desa-desa ikut mengambil peran: memberi insentif guru PAUD, menyediakan dana operasional, hingga membentuk Tim Wajar 13 Tahun.
Hasilnya mulai terlihat hanya dalam tiga tahun.
Angka Partisipasi Sekolah usia 5–6 tahun meroket menjadi 91,81 persen, sementara PAUD terakreditasi minimal B naik dari 39 persen menjadi 61,89 persen pada 2024. Lonjakan ini menjadi salah satu capaian terbaik di wilayah Kalimantan Utara.
Saat menerima penghargaan di panggung nasional, Vamelia tidak lupa mengingat mereka yang terlibat dalam perjalanan ini.
“Penghargaan ini bukan untuk saya pribadi. Ini milik seluruh pendidik dan masyarakat Tana Tidung yang telah bergerak bersama, ” ucapnya.
Di panggung itu, ia tidak hanya mewakili Tana Tidung—ia membawa cerita dari banyak wilayah beranda negeri yang sering luput dari perhatian. Bahwa sebuah daerah kecil di Kalimantan Utara bisa menunjukkan lompatan besar ketika keberpihakan dan kolaborasi berjalan seiring.
Ia pun menyampaikan harapan yang sederhana namun sarat makna.
“Tugas kita belum selesai. Masih banyak anak di pelosok yang menunggu kesempatan. Saya ingin Tana Tidung dikenal bukan hanya karena alamnya yang indah, tetapi karena generasi mudanya yang cerdas dan berkarakter, ” katanya.
Malam itu, sorot lampu kembali meredup. Namun bagi Vamelia, cahaya itu baru saja dinyalakan—cahaya yang menuntun langkahnya untuk terus bergerak, memastikan setiap anak, tanpa terkecuali, mendapat haknya atas pendidikan yang bermutu.
Headlinews.id










