BALIKPAPAN, Headlinews.id – Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Catur Adi Prianto kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Senin (10/11/2025). Dalam persidangan tersebut, Catur melalui kuasa hukumnya menyampaikan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya dibacakan pekan lalu oleh Rifai Faisal, SH.
Dalam surat dakwaan JPU, Catur disebut melakukan tindak pidana pencucian uang yang diduga berasal dari hasil kejahatan narkotika. JPU menilai, dari catatan arus kas rekening Catur, ditemukan adanya aliran dana yang digunakan untuk transaksi pembelian aset, baik atas nama pribadi maupun atas nama pihak lain. Aset-aset tersebut antara lain berupa harta bergerak dan tidak bergerak yang kini telah disita sebagai barang bukti.
Namun, tim kuasa hukum Catur menilai dakwaan tersebut tidak memiliki dasar fakta yang jelas dan cenderung kabur.
“Adapun alasan-alasan keberatan kami adalah bahwa dakwaan tidak menjelaskan secara konkret perbuatan apa yang dilakukan oleh terdakwa dan dalam kaitannya dengan perkara tindak pidana asal yang mana,” tegas kuasa hukum terdakwa, Anisa Ul Mahmudah, SH., MH, dalam ruang sidang.
Lebih lanjut, Anisa menyebut dakwaan JPU yang menyebut adanya penerimaan uang hasil penjualan narkotika melalui mutasi rekening, merupakan bentuk dakwaan yang kabur atau obscuur libel.
Sebab, dakwaan tersebut tidak menjelaskan secara rinci asal-usul dana, pihak pengirim, serta tujuan dari setiap transaksi yang terjadi.
“Catatan mutasi rekening hanya menggambarkan arus kas masuk dan keluar, tetapi tidak dapat menjelaskan tujuan dari transaksi itu sendiri, apakah dalam rangka kegiatan tertentu atau transaksi sah yang memiliki dasar hukum,” lanjut Anisa, yang akrab disapa Caca itu.
Dalam penjelasannya, ia juga menyoroti pentingnya kejelasan dalam penyusunan surat dakwaan sebagai bagian dari asas due process of law. Ia mengutip ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang mengatur alat bukti yang sah di persidangan, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Salah satu yang disorot adalah keberadaan surat laporan polisi yang seharusnya menjadi dasar untuk mengukur konsistensi antara hasil penyidikan dengan dakwaan yang disusun JPU.
“Proses hukum yang adil menuntut adanya konsistensi antara laporan polisi, hasil penyidikan, dan surat dakwaan. Surat dakwaan yang disusun harus memberikan kejelasan hukum agar tidak menimbulkan tafsir ganda mengenai perkara yang dimaksud,” ujar Anisa menegaskan.
Anisa menilai, dakwaan JPU yang tidak menggambarkan keterkaitan langsung antara perkara asal dengan dugaan tindak pidana pencucian uang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi terdakwa.
Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan keberatan tersebut sebelum memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ke tahap pembuktian.
Selain menghadapi perkara TPPU, Catur juga tersangkut kasus narkotika yang saat ini sedang berjalan dalam berkas terpisah. Dalam dakwaan lain, JPU menuduh Catur bersama dua rekannya, Eko Setiawan dan Syapriyanto melakukan permufakatan jahat dalam transaksi narkotika golongan I dari dalam Lapas Kelas IIA Balikpapan antara Januari hingga Februari 2025.
JPU mendalilkan, para terdakwa telah melakukan percobaan atau permufakatan jahat tanpa hak untuk menawarkan, menjual, membeli, atau menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I dengan berat melebihi satu kilogram.
Dalam dakwaan subsidair, mereka juga disebut melakukan permufakatan jahat untuk memiliki atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman seberat lebih dari lima gram.
Kedua perkara ini menjadi sorotan karena menjerat Catur dalam dua dakwaan berbeda, yakni tindak pidana asal berupa narkotika dan tindak pidana lanjutan berupa pencucian uang.
Perkara TPPU ini dianggap sebagai turunan dari dugaan hasil kejahatan narkotika yang kini juga tengah diperiksa di pengadilan.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu (12/11/2025) dengan agenda tanggapan JPU terhadap nota keberatan yang diajukan kuasa hukum terdakwa. (**)










