TARAKAN, Headlinews.id– Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2024 yang memperkuat kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi pokok bahasan utama dalam forum diskusi yang digelar Bawaslu Kota Tarakan di Hotel Duta, Rabu (17/9/2025).
Rektor Universitas Borneo Tarakan (UBT), Prof. Dr. Yahya Ahmad Zein, menilai keputusan tersebut bukan sekadar penambahan tugas, tetapi merupakan langkah strategis untuk memastikan penyelenggaraan pemilu berlangsung lebih adil dan berimbang.
Menurutnya, pengawasan dalam pemilu memiliki makna filosofis sebagai mekanisme untuk menata sistem agar tidak timpang. Ia mengingatkan jika pengawasan dilakukan berlebihan tanpa aturan yang jelas, justru dapat menimbulkan persoalan baru dalam praktik demokrasi.
“Dengan adanya putusan ini, pengawasan yang sebelumnya cenderung administratif sudah bergeser ke arah pengawasan substantif. Artinya, Bawaslu dituntut lebih aktif menjaga agar seluruh proses pemilu berorientasi pada keadilan,” kata Prof. Yahya dalam pemaparannya.
Ia menambahkan, peran Bawaslu sangat penting sebagai penyeimbang dalam penyelenggaraan pemilu. Ia mengutip pemikiran klasik Aristoteles tentang kekuasaan tanpa pengawasan akan mudah keluar jalur. Dalam konteks modern, Bawaslu diibaratkan sebagai mata ketiga yang menjaga objektivitas proses pemilu.
Prof. Yahya merinci terdapat empat poin penting dalam putusan MK tersebut. Pertama, penguatan kewenangan diarahkan untuk memastikan pemilu berjalan jujur dan adil. Kedua, pengawasan kini mencakup seluruh tahapan, mulai dari pencalonan, kampanye, pemungutan suara, hingga rekapitulasi.
Ketiga, Bawaslu ditempatkan sebagai pengontrol terhadap keputusan yang diambil Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mekanisme ini, menurutnya, dapat memperkuat transparansi serta akuntabilitas lembaga penyelenggara pemilu.
“Setiap kebijakan KPU nantinya dapat diuji melalui Bawaslu, sehingga publik semakin percaya terhadap hasil pemilu,” jelasnya.
Keempat, seluruh kewenangan tambahan itu diarahkan untuk menjaga hak konstitusional warga negara. Dengan begitu, rakyat memiliki jaminan bahwa suaranya benar-benar dilindungi melalui proses pemilu yang fair dan bermartabat.
Meski demikian, Prof. Yahya menegaskan perlunya pengaturan teknis yang matang agar kewenangan baru tidak justru berubah menjadi beban berlebihan bagi Bawaslu.
“Norma hukum harus dirumuskan secara tepat, supaya pengawasan dapat menghadirkan keseimbangan, bukan malah menimbulkan ketidakpastian,” tandasnya. (*/saf)