NUNUKAN, Headlinews.id— Proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di BPN Nunukan dinilai tidak transparan, menyusul aduan warga yang mengaku menunggu hingga hampir sepuluh bulan namun sertifikat tak kunjung terbit. Kondisi ini memicu keresahan, lantaran pemohon merasa tidak mendapat kejelasan selama proses berlangsung.
Sekretaris Komisi I DPRD Nunukan, Muhammad Mansur menyampaikan pihaknya akan memanggil BPN melalui rapat dengar pendapat (RDP) untuk meminta penjelasan terkait lambannya pelayanan tersebut.
“Penjelasan resmi perlu disampaikan agar masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pengurusan sertifikat. Tidak boleh ada ketidakjelasan, apalagi sampai berbulan-bulan,” ujarnya, Selasa (18/11/25).
Mansur menegaskan setiap pelayanan publik harus dijalankan berdasarkan prinsip cepat, transparan, dan adil. Ia menilai penting adanya standar waktu penyelesaian yang konsisten bagi seluruh pemohon.
“Setiap layanan wajib memiliki standar penyelesaian yang tetap. Ketika prosesnya jauh lebih lama dari standar itu, masyarakat berhak meminta klarifikasi,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua LSM Panjiku, Haris Harleck, turut menerima banyak keluhan terkait lambatnya penerbitan SHM. Ia menyebut pemohon diminta mencantumkan nomor telepon saat mengajukan berkas, namun sebagian warga mengaku tidak pernah dihubungi ketika ada kekurangan dokumen.
“Pemberitahuan wajib diberikan. Jika ada berkas kurang lengkap, pemohon seharusnya mendapatkan informasi langsung dari petugas,” kata Haris.
Ia juga menyoroti lambatnya proses pengukuran tanah yang melibatkan pihak kecamatan dan desa. Menurutnya, mayoritas pemohon mengurus sertifikat reguler, namun waktu penyelesaiannya justru tidak menentu.
“Ada warga dari daerah selatan Nunukan yang sudah menunggu empat bulan tanpa informasi apa pun. Untuk kategori reguler, biasanya sertifikat dapat selesai dalam waktu sekitar dua minggu,” ujarnya.
Haris menilai alasan antrean tidak sepenuhnya relevan karena ada desa yang hanya mengajukan dua sampai tiga permohonan, namun prosesnya tetap memakan waktu panjang.
“Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika permohonan sedikit, seharusnya penyelesaiannya lebih cepat,” ucapnya.
Warga juga menyampaikan adanya biaya tambahan di luar ketentuan, seperti biaya transportasi dan biaya register, yang dirasa memberatkan pemohon.
“Biaya-biaya itu menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terlebih ketika mereka harus bolak-balik karena tidak ada kejelasan proses,” lanjut Haris.
Ia berharap pemanggilan BPN oleh DPRD dapat menghasilkan perbaikan layanan secara menyeluruh, mulai dari transparansi proses, konsistensi standar waktu, hingga komunikasi dengan pemohon.
“Yang dibutuhkan masyarakat adalah kepastian. Mulai dari awal pengajuan sampai penerbitan sertifikat, semuanya harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya. (*/rn)








