SAMARINDA, Headlinews.id — Pemerataan fasilitas kesehatan di wilayah pedalaman kembali menjadi perhatian Dinas Kesehatan Kalimantan Timur melalui program layanan bergerak dan pembangunan rumah sakit kelas C di Mahakam Ulu.
Pola ini diarahkan untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan agar masyarakat di daerah terpencil memperoleh akses yang setara dengan wilayah perkotaan.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, dr. Jaya Mualimin, menjelaskan penguatan layanan bergerak dilakukan melalui penyediaan ambulans apung bagi masyarakat di wilayah perairan.
Program tersebut diharapkan mempercepat penanganan gawat darurat dan mengurangi risiko keterlambatan rujukan.
“Tahun ini hibah untuk ambulans apung di Kutai Barat sudah dalam proses pengerjaan. Penuntasan ditargetkan selesai akhir Desember, sehingga bisa segera dimanfaatkan masyarakat,” ujar Jaya.
Selain layanan bergerak, upaya pemerataan juga dilakukan melalui percepatan pembangunan fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Pemerintah pusat dijadwalkan memulai pembangunan Rumah Sakit Kelas C di Mahakam Ulu pada tahun depan.
Keberadaan rumah sakit tersebut diharapkan menjadi penopang utama pelayanan kesehatan untuk masyarakat perbatasan yang selama ini menghadapi jarak tempuh panjang menuju fasilitas rujukan.
“Pemerintah kabupaten dan kota tetap memiliki tanggung jawab utama untuk penyediaan layanan dasar seperti puskesmas dan rumah sakit kelas D. Provinsi bergerak untuk mengisi kekurangan di daerah yang belum mampu memenuhi standar kelayakan pelayanan,” jelasnya.
Jaya menambahkan secara umum rasio tempat tidur rumah sakit di Kaltim telah mencapai 1,7 per seribu penduduk. Angka ini berada di atas standar nasional. Namun, ia menegaskan masih ada ketimpangan yang memerlukan intervensi.
“Beberapa daerah masih berada di kisaran 0,7 hingga 0,8. Kondisi itu menunjukkan adanya kebutuhan penambahan fasilitas secara bertahap agar seluruh wilayah memperoleh layanan yang setara,” ucapnya.
Selain persoalan ketimpangan sarana fisik, Dinkes juga mencermati fenomena penumpukan pasien di rumah sakit tertentu. Hal tersebut sering dipicu pola rujukan yang tidak merata sehingga membebani satu fasilitas sementara rumah sakit lain memiliki kapasitas cukup.
“Masalah di lapangan bukan terkait bangunan saja. Penumpukan pasien kerap terjadi karena arus rujukan masih terfokus di satu titik,” ungkap Jaya.
Sebagai langkah perbaikan, sejumlah rumah sakit khusus kini dialihkan menjadi RSUD berlayanan umum. Layanan unggulan tetap dipertahankan, namun rumah sakit diwajibkan membuka pelayanan umum seperti penyakit dalam, bedah, dan kandungan agar kebutuhan gawat darurat dapat dilayani tanpa hambatan spesialisasi.
“Kebijakan ini diterapkan supaya masyarakat tidak mengalami keterbatasan jenis layanan ketika membutuhkan penanganan cepat,” terangnya.
Dengan pengembangan layanan bergerak, pembangunan rumah sakit baru, dan penataan ulang sistem rujukan.
“Semoga akses kesehatan bagi masyarakat di wilayah pedalaman, pesisir, dan perbatasan semakin merata dan respons layanan darurat meningkat secara signifikan,” tandasnya. (adv/Diskominfo Kaltim)










