MALINAU, Headlinews.id – Selain Kecamatan Krayan dan Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kecamatan Kayan Hulu di Kabupaten Malinau juga merupakan salah satu wilayah Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia.
Sama halnya dengan Krayan dan Pulau Sebatik, di Kayan Hulu masyarakatnya pun masih menggantungkan kebutuhan dari Malaysia, tentu dengan harga sembako yang cukup mahal. Meski begitu, daerah ini sudah cukup berkembang menyesuaikan kemajuan penggunaan energi modern, Bright Gas untuk memasak.
Memiliki jumlah penduduk sekitar 3.800 jiwa, sekitar 85 persen diantaranya sudah menggunakan tabung Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejak 5 tahun lalu. Sebelumnya, warga hanya mengandalkan kayu api hingga akhirnya tabung LPG hadir di wilayah tersebut. Namun, biaya hidup di daerah ini cukup tinggi, dengan sebagian besar mata pencaharian warga sebagai petani.
Setim Ala, Camat Kayan Hulu mengatakan distribusi tabung Bright Gas berukuran 12 kilogram didatangkan dari Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Akses yang harus dilalui juga tidak mudah, harus melewati ratusan kilometer jalan yang sebagian besar masih tanah. Saat hujan, sudah dipastikan kondisi jalan akan berlumpur dan semakin menambah tantangan perjalanan.
“Sekitar 85 persen sudah menggunakan tabung gas, sisanya masih kayu api. Ada sekitar delapan pedagang di Kayan Hulu yang ambil tabung gas di Samarinda terus dijual kesini. Harganya untuk isi ulang Rp550.000. Biasanya cukuplah sebulan,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Ia menambahkan, warganya sangat bergantung sekali pada tabung gas. Meski dengan harga tinggi dan bukan subsidi, tetap tidak mengurangi daya beli. Bahkan, dalam satu kali pengiriman, sudah ada warga yang melakukan pemesanan sebelumnya. Jumlah warga yang menggunakan Bright Gas juga meningkat setiap tahunnya.
Akses jalan yang menantang, kata Setim Ala sering mengakibatkan pasokan tabung gas kerap kali terhambat. Terutama saat memasuki perbatasan wilayah di Kecamatan Long Bagun, Mahakam Hulu, Kalimantan Timur usai cuaca hujan.
“Sebenarnya warga juga ketergantungan. Kadang sampai tiga mobil itu isinya tabung gas semua. Jadi kalau ketika gas itu tidak ada, ibaratnya lampu enggak nyala, enggak hidup, enggak bisa gunakan kompor. Ya kayak ibarat begitu lah. Kalau memang ada agen atau pangkalan Pertamina langsung disini, apalagi program satu harga saya pikir pasti akan membantu sekali,” tuturnya.
Selain itu, Kayan Hulu juga memikul tugas menjaga perbatasan melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Long Nawang. Namun, hingga saat ini belum membuka pelayanan lantaran masih terkendala akses yang hanya bisa dilalui menggunakan jalur udara dari pusat Kabupaten Malinau, tentu dengan biaya yang mahal.
“Kami disini tetap cinta Indonesia, harga mahal pun tidak pernah sampai demo. Tapi, perhatian dari pemerintah pusat tentu tetap kami harapkan supaya Indonesia juga hadir bersama kami di perbatasan. Kalau PLBN sudah aktif dan akses jalan diperbaiki, pasti kebutuhan masyarakat terpenuhi,” harapnya.
Terpisah, Rani salah satu ibu rumah tangga yang merupakan warga Kecamatan Kayan Hulu menuturkan harus antre pembelian untuk bisa mendapatkan Bright Gas. Bukan masalah harga lagi yang ia keluhkan, tapi lebih kepada ketersediaan tabung gas itu di daerahnya.
“Selama tabung gas itu masih ada, tidak ada masalah harganya. Kami sudah lama pakai kayu api, kalau sudah ada tabung gas pasti memudahkan,” katanya.
Biasanya untuk kebutuhan pokok, para pedagang Kayan Hulu masih kerap mendatangkan barang dari Malaysia. Setelah PLBN difungsikan nantinya, maka sudah pasti sistem dagang kebutuhan pokok ini tidak perlu lagi menggunakan jalur tikus.
“Tidak adalah Garuda didadaku, Malaysia di perutku karena kami juga sebenarnya melihat Indonesia sudah bersama kami disini,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Kalimantan Utara, Zainal A Paliwang mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mendorong Pertamina agar menghadirkan Indonesia di perbatasan. Ada dua alternatif solusi yang sudah ia langkahkan, sambil menunggu Pertamina bersiap. Memberikan subsidi ongkos angkut (SOA) dan memperbaiki akses jalan melalui kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Skema SOA yang ditawarkan bisa seperti di Krayan, dengan menerbangkan tabung LPG dan bahan bakar minyak (BBM) dari Malinau atau Tarakan.
“Ini kita mau rapat dengan Pertamina di Jogja, Semua soal Kaltara pasti akan kita bawa. Kalau dengan SOA, nanti akan diperhitungkan berapa sih ongkos yang dikeluarkan dan berapa harus dijual, supaya bisa untung. Kalau soal jalan, sudah kita bahas dengan Gubernur Kaltim, kerjasama bisa lebih cepat sehingga segera bisa dinikmati masyarakat kita,” katanya, Rabu (29/10/2025).
Sementara itu, Sales Branch Manager (SBM) Pertamina Patra Niaga Kaltim–Utara VIII, Seftyan Reza Pangestu menyebut di Malinau sudah memiliki agen LPG. Dua Agen LPG Subsidi, PT Nayla Persada Harapan Malinau dan PT Karyatama Nicson, kemudian Agen LPG NPSO (nonsubsidi) PT Kaltara Barokah Malinau. Semua agen disuplai dari SPPBE yang ada di Kaltim
“Pertamina selalu berupaya untuk menjalankan tugas penyaluran dan pendistribusian, baik itu BBM dan LPG di seluruh wilayah di Indonesia tak terkecuali di wilayah Perbatasan. Kita akui masih banyak didapatkan kondisi alam dan akses jalan yang belum memadai, sehingga menjadi tantangan bagi Pertamina dalam upaya pemenuhan penyaluran atau pengiriman produk baik BBM dan LPG,” jelasnya, Jumat (31/10/2025).
Ia menambahkan, Pertamina saat ini memiliki program OVOO atau One Village One Outlet sebagai langkah cepat untuk memastikan setiap desa atau kelurahan minimal tersedia satu pangkalan.
Kendalanya masih pada kondisi jalur distribusi yang masih belum bisa tersentuh lantaran jalur distribusinya sangat menantang. Ia pastikan terus mengupayakan distribusi dilakukan dengan baik untuk seluruh wilayah Kalimantan Utara.
“Akses yang memang masih memungkinkan pasti kita akan usahakan atau upayakan. Satu desa atau satu kelurahan itu minimal ada satu pangkalan LPG, jadi di seluruh wilayah Kalimantan Utara tersedia satu pangkalan. Secara umum minimal 90 persen keatas sudah kita penuhi,” tandasnya.
Sama halnya dengan Kayan Hulu, masalah serupa juga dihadapi di Krayan, Nunukan. Jalur distribusi yang menantang tidak bisa hanya dalam single moda. Tetapi, harus kombinasi dengan udara. Saat ini skema tersebut sudah digunakan di Krayan untuk mengangkut BBM bersubsidi.
“Harganya sesuai dengan HET (harga eceran tertinggi) di wilayah masing-masing, dengan SK Gubernur atau SK Bupati untuk menyesuaikan situasi. Tapi, memang harapan kita dari Pertamina, infrastruktur tetap terus berlanjut dan bisa menjangkau ke daerah atau wilayah yang memang saat ini masih terkendala akses. Maksudnya bisa dilalui dengan satu moda, tidak multimoda agar bisa menurunkan cost pengiriman,” tandasnya. (saf)
Reporter : Sahida
 
                                 
			
 
                                








 
							
