SETIAP langkah Putri Tsabitah An Nabil membawa cerita yang tidak biasa. Di saat banyak mahasiswa fokus pada satu jalur, Titah, begitu ia akrab disapa, memadukan dua dunia yang tampak berjauhan, yakni jurnalistik dan teknik sipil.
Perempuan kelahiran Berau, 22 Agustus 2004, kini menjalani tahun-tahun penting yang membentuk arah kariernya ke depan.
Pada 2025, Titah kembali ke Berau untuk menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Sipil di Universitas Muhammadiyah Berau. Keputusan itu bukan semata urusan akademik.
Ia membangun pondasi masa depan sebagai engineer yang memahami pembangunan bukan hanya dari ruang kelas, tetapi juga dari perspektif jurnalis yang kerap turun ke lapangan.
Program Gratispol menjadi faktor yang memperkuat perjalanannya. Biaya UKT senilai Rp5 juta ditanggung penuh sehingga ia dapat memilih jalur akademik tanpa membebani keluarga.
“Program ini sangat membantu, terutama di universitas swasta. Hampir semua mahasiswa baru merasakan manfaatnya,” ujar Titah, Selasa (2/12/2025).
Pengalaman bekerja di media membuatnya terbiasa mengurai isu, mencari fakta, dan menyaksikan langsung dinamika pembangunan daerah.
Dari liputan-liputan itu, ia memahami bagaimana proyek infrastruktur berjalan, bagaimana masyarakat terdampak, dan bagaimana keputusan pemerintah dapat mengubah ruang hidup.
Keseharian Titah tetap sibuk. Ia menjalankan tugas sebagai wartawan dan pengelola media sosial. Dunia jurnalistik menuntut gerak cepat, sementara teknik sipil menuntut ketelitian dan ketekunan.
“Karena UKT dibayar penuh, saya bisa lebih fokus pada perkuliahan dan pekerjaan saya di media,” jelasnya.
Prestasi Titah juga terlihat di luar ruang kelas. Pada Porwada Bontang 2025, ia meraih Juara 1 karya jurnalistik kategori fotografi, bukti keseriusannya mengembangkan keterampilan jurnalistik meski tengah belajar konstruksi.
Melihat peluang pasca-lulus, Titah bertekad membangun karier di Kalimantan Timur. Pengalamannya meliput isu pembangunan membuatnya memahami kebutuhan tenaga teknik sipil di daerah.
“Saya akan bekerja di Kaltim untuk membantu pembangunan. Sesuai jurusan saya, saya ingin berkontribusi di bidang teknik sipil,” tegasnya.
Titah menyoroti akses informasi pendidikan tinggi sebagai faktor penting. Ia menilai sosialisasi program seperti Gratispol perlu diperluas ke sekolah-sekolah SMA agar tepat sasaran.
“Marketing lewat sosial media harus diperluas. Sosialisasi ke sekolah-sekolah SMA penting agar informasi tersampaikan tepat sasaran,” katanya.
Menurutnya, daerah terpencil masih menghadapi kekurangan fasilitas pendidikan. Kualitas tenaga pendidik perlu ditingkatkan, dan teknologi belum menjangkau semua wilayah.
“Biaya pendidikan sudah terbantu dengan program gratis, tapi kualitas dan fasilitas harus ditingkatkan. Guru juga harus didukung supaya proses belajar lebih efektif,” ungkapnya.
Selain itu, pendampingan akademik dan persiapan karier dianggap penting agar mahasiswa tidak hanya lulus, tetapi siap bekerja. Harapannya sederhana: akses pendidikan tinggi terbuka seluas mungkin untuk seluruh warga Kaltim tanpa harus memikirkan biaya.
“Semoga program ini berjalan lancar tanpa hambatan. Semua SDM Kaltim berhak mendapatkan pendidikan yang setara tanpa harus memikirkan biaya,” tutup Titah.
Adv/Diskominfo Kaltim










