Di usia 57 tahun, Aji Akhmad Sajali tak pernah membayangkan dirinya bisa menatap Ka’bah dari jarak dekat. Keinginan itu memang pernah terlintas, tetapi segera ia padamkan sendiri, menyadari biaya umrah yang tak mungkin mampu ia sisihkan dari pendapatannya sebagai marbot Masjid Agung Sultan Sulaiman Tenggarong.
“Di benak saya itu hampir tidak ada lah, ibaratnya niat berangkat umrah itu hampir enggak ada,” katanya mengenang.
Namun, awal 2025 membawa kabar yang sama sekali tak ia sangka. Seorang staf dari KUA Tenggarong datang ke masjid, mendata siapa petugas yang paling lama mengabdi.
Sajali, teknisi servis elektronik rumahan yang sudah menjadi marbot sejak masjid itu diresmikan pada 1992, langsung disebut paling senior. Ia sempat bingung, sebab tak tahu untuk keperluan apa pendataan itu dilakukan.
“Waktu itu saya tanya, ini program apa? Belum ada yang tahu. Baru setelah dihubungi lagi mengurus surat-suratnya, barulah paham kalau ini untuk program umrah,” ujarnya.
Program yang dimaksud adalah Gratispol Umrah, kebijakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang memberangkatkan marbot, guru agama, dan sejumlah tokoh keagamaan ke Tanah Suci tanpa dipungut biaya.
Saat namanya terkonfirmasi, Ahmad Sajali tak bisa menahan rasa haru. “Artinya kehadiran Allah melalui program beliau inilah kami merasakan ibadah umrah. Syukur sekali, Masya Allah,” ucapnya lirih.
Sajali dan rombongan gelombang pertama berangkat melalui Harzat Travel, biro yang ditunjuk mengelola pemberangkatan marbot Tenggarong. Semua persyaratan diurus tanpa kendala—baik dari pihak masjid maupun pemerintah.
“Alhamdulillah semuanya dimudahkan. Tidak ada yang rumit. Dari SK sampai berkas-berkas lain semua dibantu,” tuturnya.
Berangkat dari Tenggarong menuju Balikpapan, rombongan kemudian terbang ke Jakarta sebelum melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi. Di Tanah Suci, Sajali merasakan betul kedalaman spiritual yang sejak lama ia impikan.
Ia tak pernah lupa momen ketika pesawat bersiap mendarat. Hamparan lampu kota Jeddah yang terlihat dari jendela membuat dirinya menahan napas. “Hati itu langsung bergetar. Senang sekali. Tidak bisa tergambarkan,” katanya.
Tiga Dekade Mengabdi di Rumah Allah
Perjalanan ibadah itu menjadi hadiah yang tak ternilai setelah tiga puluh tahun lebih menjaga Masjid Agung Tenggarong. Sejak muda ia hidup di dua dunia: mekanik servis elektronik di rumah dan penjaga masjid di waktu yang lain. Namun kini, seiring bertambahnya usia, ia memilih fokus pada masjid sepenuhnya.
“Umur sudah 57 tahun. Kerjaan servis saya hentikan, jadi saya fokus mengurus masjid,” ujarnya.
Pekerjaan itu ia jalani dengan ibadah, sekaligus kesetiaan terhadap rumah yang telah ia rawat sejak 1992. “Kalau dihitung-hitung, sudah 30 tahun lebih saya jadi marbot,” katanya bangga.
Program yang Diharapkan Terus Berlanjut
Di Tanah Suci, Sajali bertemu sejumlah jamaah dari berbagai daerah di Indonesia. Ia menceritakan bahwa banyak dari mereka terkejut mendengar bahwa pemerintah daerah bisa memberangkatkan umrah secara gratis.
“Ini satu-satunya di Indonesia, kata mereka. Pemerintah Kalimantan Timur mengadakan umrah gratis untuk marbot. Mereka sampai kagum,” ujarnya.
Karena itu, ia berharap program ini tidak berhenti di periode Gubernur Rudy Mas’ud saja.
“Program ini bagus sekali. Harapan saya semoga berlanjut. Kalau gubernur berikutnya bisa melanjutkan, tentu kami semua sangat mendukung,” katanya.
Bagi Ahmad Sajali, program ini bukan sekadar bantuan perjalanan. Ini adalah penghargaan atas puluhan tahun pengabdian—sebuah pintu yang akhirnya membuka kesempatan baginya untuk bersujud di Tanah Suci.
“Alhamdulillah, saya bersyukur. Tidak pernah menyangka bisa berangkat. Masya Allah, ini pengalaman terbesar dalam hidup saya,” tutupnya.
Adv/Diskominfo Kaltim










