TANJUNG SELOR, Headlinews.id – Persidangan perdana perkara dugaan tambang ilegal oleh perusahaan batu bara PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) di Pengadilan Negeri Kelas IB Tanjung Selor, Senin (20/10/2025), harus ditunda lantaran salah satu terdakwa, pemilik perusahaan Juliet Kristianto Liu, mengaku tidak memahami bahasa Indonesia dengan baik.
Sidang perdana ini dijadwalkan untuk pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Ari Wibowo, namun belum sempat dibacakan karena majelis hakim menanyakan pemahaman bahasa kepada para terdakwa.
Ketua Majelis Hakim, Juply Sandria Pasanriang, menjelaskan Juliet hanya memahami sekitar 40 persen bahasa Indonesia.
“Karena itu, sidang tidak bisa dilanjutkan. Kita akan hadirkan penterjemah bersumpah untuk mendampingi terdakwa sesuai Pasal 177 KUHAP,” ujar Juply.
Sidang dipimpin oleh Juply bersama anggota majelis Made Riyaldi dan Wiarta Trilaksana. Ketiga terdakwa mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Kelas IIA Tarakan, karena Lapas Bulungan di Tanjung Selor belum tersedia. Begitu pula JPU mengikuti sidang secara daring dari Kantor Kejaksaan Negeri Bulungan.
Selain majelis hakim dan JPU, hadir juga tiga dari delapan penasihat hukum terdakwa, yaitu Iqbalsyah Muktiyadi, Ahmad Syarinawi, dan Puspita Dewi. Sebelum pembacaan dakwaan, majelis menanyakan kesiapan jasmani dan rohani terdakwa, keabsahan penasihat hukum, serta kesanggupan mengikuti persidangan.
Juliet Kristianto Liu, wanita 69 tahun kelahiran China Taipei (Taiwan), merupakan pemegang saham mayoritas PT PMJ dan berdomisili di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Meski telah menjadi Warga Negara Indonesia, kemampuan bahasa Indonesia Juliet terbatas sehingga memerlukan penterjemah resmi saat sidang.
Sidang ditunda hingga Senin (27/10/2025) untuk menghadirkan penterjemah, dan majelis menegaskan persidangan tetap dilakukan secara virtual melalui zoom, kecuali terdapat kebutuhan konfrontasi atau pemeriksaan saksi yang memerlukan sidang tatap muka.
Untuk diketahui, kasus ini menjerat tiga terdakwa, yaitu Juliet Kristianto Liu sebagai pemilik perusahaan, M. Yusuf sebagai Direktur PT PMJ, dan Joko Rusdiono sebagai Kepala Teknik Tambang. Perkara yang menjerat ketiganya, terkait aktivitas penambangan tanpa izin di Desa Bebatu, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, yang diduga menimbulkan kerusakan lingkungan cukup serius.
Sebelumnya, dalam perkara lain yang berkaitan PN Tanjung Selor telah menyatakan PT PMJ bersalah secara korporat. Perusahaan dijatuhi pidana denda pokok sebesar Rp50 miliar dan denda tambahan Rp35 miliar sebagai ganti rugi atas kerusakan lingkungan.
Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara. Majelis hakim menilai kerugian akibat aktivitas tambang ilegal diketahui oleh pemilik perusahaan, direktur, dan Kepala Teknik Tambang. Jika denda tidak dibayarkan sesuai ketentuan, jaksa berwenang menyita aset perusahaan.
Kasus ini sebelumnya sempat menjadi perhatian publik nasional karena aktivitas penambangan ilegal dilakukan di area Izin Usaha Pertambangan PT Mitra Bara Jaya dan koridor milik negara. Barang bukti yang akan disidangkan sebagian besar berupa dokumen terkait administrasi tambang, ganti rugi lingkungan, serta laporan kegiatan penambangan ilegal.
Ketua majelis hakim menegaskan sidang perdana lebih bersifat formal, yakni pembacaan dakwaan, dan penundaan ini dilakukan agar hak terdakwa atas pendampingan bahasa terpenuhi sehingga proses hukum tetap berjalan adil. (saf)










