BALIKPAPAN, Headlinews.id — Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan cat milik PT Jotun Indonesia dengan terdakwa Yusup Adi Putra kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (19/11/2025).
Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan terdakwa, setelah sebelumnya sejumlah saksi termasuk istri terdakwa, ipar terdakwa, serta pihak lain telah dimintai keterangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Di hadapan majelis hakim, Yusup menjawab beragam pertanyaan dari JPU Eka, terutama terkait pembuatan purchase order (PO) fiktif yang menjadi inti perkara.
Terdakwa mengakui telah membuat sejumlah dokumen pesanan palsu dan menggunakan nama perusahaan-perusahaan yang tidak pernah melakukan pemesanan resmi ke PT Jotun.
“PO itu saya buat sendiri. Cat yang keluar kemudian saya jual dengan harga lebih tinggi,” ujar Yusup saat menjawab pertanyaan jaksa tentang alur pengeluaran barang dari gudang.
Ia menjelaskan, modus dilakukan dengan menginput PO seolah-olah berasal dari pelanggan yang valid. Dengan posisinya sebagai Senior Sales Executive, ia memiliki kemampuan untuk memproses pesanan dan mengeluarkan barang dari gudang tanpa diketahui oleh bagian lain.
Yusup mengaku telah bekerja cukup lama dan menerima gaji sekitar Rp15 juta per bulan sebelum kasus ini terungkap.
Terkait nilai transaksi, terdakwa menyebut total cat yang dikeluarkan melalui PO palsu mencapai sekitar Rp600 juta hingga Rp800 juta. Ia mengklaim hanya sebagian dana yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Kalau untuk pribadi, hanya puluhan juta saja,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam pemeriksaan saksi, sejumlah keterangan menguatkan dugaan adanya aliran barang yang keluar tanpa prosedur resmi.
Istri terdakwa, Stela, mengaku mengetahui adanya pengiriman cat dari gudang ke rumahnya dan pernah menandatangani dokumen terkait, meski ia mengaku tidak memahami tujuan pemesanan tersebut.
Sementara itu, saksi Jetli, ipar terdakwa, menyebut dirinya kerap diminta mengambil barang dari gudang Jotun dan mengantarkannya ke rumah Yusup berdasarkan daftar yang diberikan.
JPU juga menyoroti temuan dokumen PO yang menggunakan nama perusahaan fiktif ataupun perusahaan yang tidak pernah memesan cat.
Saat dilakukan penagihan oleh PT Jotun, perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak pernah melakukan pembelian, sehingga menguatkan dugaan pemalsuan yang dilakukan terdakwa.
Dalam persidangan hari ini, JPU kembali mengonfirmasi fakta tersebut kepada terdakwa. “Banyak PO yang kamu keluarkan tapi tidak dibayar. Ketika perusahaan melakukan penagihan, perusahaan yang bersangkutan menyatakan tidak memesan. Itu bagaimana?” tanya Jaksa Eka.
Yusup hanya menjawab singkat bahwa sebagian PO memang ia buat sendiri.
Majelis hakim kemudian mempertanyakan aliran dana dan penggunaan hasil penjualan cat tersebut, termasuk kemungkinan adanya aset atau pembelian barang yang berasal dari dana perusahaan.
Pertanyaan serupa telah disampaikan hakim pada sidang sebelumnya kepada istri terdakwa, termasuk mengenai tanggung jawab pengembalian kerugian.
Hingga saat ini, PT Jotun mencatat kerugian mencapai Rp951 juta berdasarkan hasil audit internal dan penyelidikan kepolisian.
Sidang ditutup setelah majelis hakim memastikan seluruh pemeriksaan terhadap terdakwa selesai. Sidang berikutnya dijadwalkan pada 26 November 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (saf)










