BALIKPAPAN, Headlinews.id – Angka kasus stunting di Kota Balikpapan kembali menjadi sorotan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Balikpapan terhadap sekitar 107 ribu anak balita, tercatat prevalensi stunting kini mencapai 24,8 persen.
Persentase ini dinilai cukup mengkhawatirkan, mengingat berbagai upaya penanganan telah dijalankan selama ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Alwiati, menjelaskan bahwa meski program-program penanggulangan stunting terus berjalan, tren kasus justru menunjukkan kenaikan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas program yang sudah dilaksanakan di lapangan.
“Program sudah jalan, mulai dari pemberian makanan tambahan (PMT) selama tiga bulan, kelas ibu hamil, kelas ibu menyusui, hingga pelatihan MPASI. Tapi kasusnya masih naik. Saya sedang periksa apa yang salah di dalam program ini,” ujar Alwiati, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, salah satu faktor yang berperan besar adalah pola asuh di tingkat keluarga. Meski intervensi gizi diberikan melalui program pemerintah, setelah masa pemberian PMT selesai, tanggung jawab utama kembali berada di tangan keluarga.
Jika tidak diimbangi dengan pemahaman dan kebiasaan yang benar, kondisi gizi anak bisa kembali memburuk.
“Kalau pola asuh dalam rumah salah, kami dari dinas tidak mungkin bisa pantau 24 jam. Edukasi sudah kami lakukan, tetapi tetap saja ditemukan kasus baru,” katanya.
Rendahnya partisipasi orang tua dalam kegiatan posyandu juga menjadi tantangan tersendiri. Berdasarkan data Dinkes, hanya sekitar 40 persen orang tua yang secara rutin membawa anaknya ke posyandu untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan. Angka ini dianggap masih jauh dari ideal.
“Kalau mereka tidak datang, ya kita harus datangi rumahnya satu-satu. Tapi jumlah anak yang harus dipantau itu ribuan, tentu tidak mungkin semuanya bisa dilakukan dalam waktu singkat,” tegasnya.
Ia menambahkan, persebaran kasus stunting di Balikpapan tidak merata di seluruh wilayah. Ada beberapa kelurahan yang mencatat angka cukup rendah, namun ada pula yang menyumbang persentase tinggi sehingga mempengaruhi rata-rata kota.
Wilayah-wilayah dengan kasus tertinggi inilah yang akan menjadi prioritas penanganan ke depan.
Dinkes berencana memperkuat pemantauan dengan metode kunjungan langsung ke rumah, khususnya bagi keluarga yang anaknya terindikasi berisiko stunting.
Langkah ini juga akan dibarengi evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program yang sudah berjalan, untuk memastikan intervensi tepat sasaran.
“Tujuan kami jelas, angka stunting harus turun. Tapi ini kerja sama semua pihak, bukan hanya pemerintah,” tegas Alwiati.
Ia mengajak masyarakat, kader kesehatan, dan tokoh lingkungan untuk bersama-sama memerangi masalah stunting demi masa depan anak-anak Balikpapan.
Dengan keterlibatan seluruh elemen, Dinkes berharap angka stunting di Balikpapan dapat ditekan secara bertahap.
“Harapannya, generasi mendatang tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari ancaman gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi,” pungkasnya. (*)