TARAKAN, Headlinews.id– Nama 17 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan tercatat sebagai penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun 2025. Temuan ini mencuat dalam rapat dengar pendapat (RDP) gabungan komisi di gedung DPRD Tarakan, Jumat (15/8/25), yang diwarnai perdebatan sengit dan sorotan tajam publik.
Rapat dipimpin Sekretaris Komisi III DPRD, Harjo Solaika, untuk mengurai kejanggalan yang memicu keresahan di tengah masyarakat.
“Ada sedikit saja masalah, dampaknya bisa besar. Apalagi ini menyangkut bantuan yang seharusnya untuk rakyat,” ujarnya.
Sejumlah anggota dewan mempertanyakan mengapa hanya sebagian dari mereka yang terdaftar sebagai penerima. Wakil Ketua Komisi I DPRD Tarakan, Baharudin, menyoroti jaminan kerahasiaan data dari PT Pos Indonesia.
“Mereka bilang data penerima BSU dijamin rahasia, tapi faktanya data 17 anggota dewan ini bocor ke publik,” kata Baharudin.
Wakil Ketua Komisi III, Dapot Sinaga, juga mempertanyakan dasar pendataan yang digunakan BPJS Ketenagakerjaan. Ia menilai ada kejanggalan karena tidak semua anggota dewan masuk daftar.
“Dari mana data itu diperoleh? Saya sendiri punya karyawan, tapi kami tidak pernah mendata seperti itu,” tegasnya.
Menanggapi kritik itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tarakan, Masduki, menjelaskan bahwa data penerima BSU diambil secara otomatis dari peserta aktif yang memenuhi kriteria: warga negara Indonesia, bukan ASN/TNI/Polri, dan upah di bawah batas ketentuan.
“Ke-17 anggota dewan itu masuk kriteria karena upah yang dilaporkan di bawah UMK Tarakan,” jelasnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Tarakan, Agus Sutanto, menambahkan BSU adalah bantuan langsung tunai untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta, namun pekerja bergaji di bawah UMK juga bisa menerima.
“Kami tidak terlibat langsung dalam pendataan. Kami hanya memantau dan berkoordinasi dengan BPJS dan kantor pos,” ujarnya.
Eksekutif Manager PT Pos Tarakan, Kusuma Setia Nata Negara, mengungkapkan bahwa data penerima dikirim langsung oleh kementerian ke kantor pos pusat.
Dari total lebih dari 11.000 penerima di Tarakan, sebanyak 10.419 orang berhasil menerima BSU senilai Rp600 ribu untuk dua bulan (Juni dan Juli), sedangkan 1.361 penerima gagal salur karena tidak merespons panggilan atau tidak dapat dihubungi.
Meski sistem dinilai sesuai prosedur, Masduki mengakui kasus ini menjadi masukan penting. Ia menegaskan, anggota dewan yang masuk daftar sejatinya tidak berhak menerima bantuan, dan pihaknya mengapresiasi sikap mereka yang menolak.
Di akhir rapat, Harjo Solaika menyimpulkan dua catatan penting: perlunya evaluasi mendalam terhadap sistem pendataan agar tepat sasaran, serta langkah pencegahan dampak sosial yang memojokkan lembaga dewan.
“Kami tidak pernah merasa menerima bantuan ini. Kami justru ingin masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang mendapatkannya,” tegas Harjo.
Hasil rapat ini akan menjadi rekomendasi internal DPRD untuk perbaikan sistem, termasuk pelaporan data upah anggota dewan, agar kesalahan dan kesalahpahaman serupa tidak terulang di masa depan. (*/rs)