TARAKAN, Headlinews.id — Dengan luasan lahan 1,4 hektare dan produksi harian yang terus berjalan, Lapas Kelas IIA Tarakan mampu menyerap hasil pertanian warga binaan hingga 7 persen per bulan, melampaui ketentuan nasional terkait program ketahanan pangan.
Kasi Giatja Lapas Kelas IIA Tarakan, Andika Abrian mengatakan kegiatan penyerapan hasil panen telah berlangsung stabil dan bahkan konsisten melebihi kewajiban yang ditetapkan pusat.
Menurutnya, capaian 7 persen tersebut menunjukkan kegiatan pertanian di lapas sudah bergerak secara efektif.
“Kewajiban minimal 5 persen itu sudah kita penuhi sejak awal program berjalan. Dalam praktiknya, realisasi kita justru berada di atas angka tersebut, karena panen harian langsung masuk ke dapur warga binaan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, setiap pagi petugas bersama warga binaan melakukan panen sesuai komoditas yang siap dipetik. Hasil panen kemudian dibawa untuk disortir dan langsung disalurkan ke dapur lapas agar stok bahan makanan tetap segar dan mencukupi kebutuhan rutin.
“Hampir setiap hari ada hasil panen yang kita masukkan ke dapur. Bahkan hari libur pun kita tetap turunkan warga binaan yang bekerja di luar blok agar bahan segar tetap tersedia,” katanya.
Komoditas yang dihasilkan meliputi kangkung, ikan nila, kacang panjang, terong, hingga berbagai jenis pisang. Untuk ikan nila, lapas mengelola kolam budidaya yang produktif sepanjang tahun.
Seluruh komoditas ini menjadi salah satu andalan pemenuhan kebutuhan bahan makanan warga binaan.
Selain diserap untuk kebutuhan internal, sebagian hasil panen dijual kepada masyarakat sekitar dengan harga lebih murah dibandingkan harga pasar. Penjualan dilakukan secara sederhana di depan rumah kepala lapas.
“Untuk masyarakat sekitar, kami buka akses pembelian dengan harga terjangkau. Misalnya kangkung cabut kita jual Rp7.000 per kilogram dan kangkung air Rp5.000. Kalau di pasar bisa dua kali lipat lebih,” tutur Andika.
Tidak hanya hasil pertanian, unit usaha UMKM di lapas juga berkembang. Produk olahan seperti amplang, keripik pisang, dan camilan lainnya diproduksi oleh warga binaan dan dipasarkan langsung.
“Kalau dihitung rata-rata, kegiatan hasil kebun dan UMKM bisa menghasilkan sekitar Rp60 juta per bulan. Jumlah itu cukup besar untuk ukuran kegiatan pembinaan,” jelasnya.
Pendapatan tersebut dikelola dengan sistem pembagian yang sudah diatur. Sebagian digunakan sebagai premi bagi warga binaan yang bekerja, sebagian disetor sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan sisanya dikelola untuk modal usaha serta pemeliharaan peralatan.
“Dari total pendapatan, 20 persen menjadi premi warga binaan. Ada yang tabungannya sampai jutaan rupiah. Ketika ada keperluan mendesak, seperti keluarga sakit atau biaya sekolah anak, premi itu bisa langsung kita serahkan kepada mereka,” ungkapnya.
Saat ini, terdapat 21 warga binaan yang terlibat langsung dalam kegiatan pertanian dan pengolahan UMKM. Mereka dipilih melalui proses asesmen untuk menyesuaikan kemampuan dan minat.
“Prinsip kami, pembinaan bukan rutinitas saja, tetapi mereka benar-benar mendapatkan keterampilan yang bisa dipakai saat bebas nanti,” jelas Andika.
Lapas Tarakan juga terus berinovasi. Salah satu produk terbaru yang sedang dikembangkan adalah camilan gedebuk pisang, yaitu olahan batang pisang yang diiris tipis lalu digoreng tepung.
“Gedebuk pisang ini belum banyak dikenal. Kita perkenalkan sejak pelatihan bulan September dan sekarang sudah masuk galeri produk warga binaan,” katanya.
Produk UMKM yang lebih dulu dikenal, seperti amplang, sudah menembus pasar lebih luas dan dijual rutin di Pasar Batu Tarakan.
“Kami berharap melalui program ketahanan pangan dan pengembangan UMKM ini, dapat memberikan manfaat yang tidak hanya dirasakan di lingkungan lapas, tetapi juga memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar,” tandasnya. (rz)










