TARAKAN, Headlinews.id – Sejak Pertamax diterpa isu oplosan beberapa waktu lalu, kepercayaan masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) terbaik yang menjadi produk andalan Pertamina ini berdampak juga pada penurunan penjualan disejumlah daerah.
Meski demikian, di Tarakan, Kalimantan Utara masih banyak konsumen Pertamax yang tidak terpengaruh dengan isu oplosan. Tetap menjadi pilihan konsumsi masyarakat, Pertamax terus dicari dan konsumennya masih percaya keunggulan BBM jenis RON 92 tersebut.
Mukui, pemilik Pertashop CV. Barokah Intimung Sukses di Jalan Slamet Riyadi Kampung Bugis, Kelurahan Karang Anyar mengatakan pembelian Pertamax di pertashop miliknya tetap terlayani dengan baik. Sejumlah pembeli setia tetap datang setiap harinya.
“Mungkin ada kekhawatiran saja dari masyarakat. Kalau sampai saat ini pelanggan kami masih setia,” ujarnya Senin (18/3/2025).
Ia bahkan mengaku kerap mengajak pembelinya berdiskusi soal pilihan membeli Pertamax, terutama kendaraan roda dua. Ternyata salah satu alasan para pembeli ini tetap setia dengan Pertamax karena merasakan perbedaan pada mesin saat digunakan.
“Katanya tarikan lebih kencang, suara (mesin) juga halus. Kalau Pertalite murah dan harga lebih murah tetapi masih lebih baik pakai Pertamax. Kita sekarang kalau beli motor, dari dealer pasti suruh beli Pertamax. Apalagi motor yang injeksi,” tuturnya.
Hanya saja, dampak isu oplosan tetap terasa. Diakuinya, adanya pengurangan konsumsi Pertamax hingga hingga 40 persen. Padahal, pertashop yang dibukanya sejak tahun 2021 ini sebelumnya tidak pernah sepi pembeli.
“Merosot sampai 40 persen, waktu pertama saya buka tahun 2021 itu sangat ramai pembeli bisa dapat sampai 1 kiloliter (1.000 liter). Karena memang ini (Pertashop) yang terdekat, selisih harga hanya Rp100 dengan di SPBU. Sekarang merosot, (penjualan) hanya sekitar 300 sampai 400 liter,” ungkapnya.
Ia pun menyebut, Pertamax sudah berkali-kali mengalami perubahan harga. Naik turunnya harga ini tidak berpengaruh pada jumlah penjualan. Barulah pada saat dihantam isu oplosan, ia harus pasrah dengan menurunnya konsumen yang membeli.
“Dulu, kalau sudah pagi sama sore hari pasti ramai, kan itu waktu orang pergi bekerja dan anak pergi sekolah. Sekarang pas isu oplosan mereka takut, cuma mobil mewah masih ada saja membeli ya tidak sebanyak dulu. Tapi kalau motor saya lihat masih banyak, apalagi yang model lama,” ungkapnya.
Pengendara yang mengisi di Pertashop tersebut pun menyatakan hal yang sama. Suparman, pegawai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengaku terus menggunakan Pertamax sejak pertama kali bahan bakar tersebut diluncurkan.
Baginya, bukan persoalan harga yang menjadi penilaian. Tetapi, kendaraan 4 tak miliknya menjadi lebih bertenaga dan tarikan mesinnya bersuara jernih setelah menggunakan Pertamax.
“Bayangkan saja, saya kalau melayani pelanggan untuk pelayanan air bersih sampai ke daerah yang jauh dan akses jalannya tidak beraspal. Kalau menggunakan Pertamax, suara mesin tetap halus. Makanya saya tidak beralih lagi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, tidak ada perbedaan sejak isu oplosan merebak. Pemakaian tetap seperti biasa dan kinerja mesin motornya juga tidak ada perubahan.
“Kalau dibilang oplosan, kan harusnya motor model lama yang saya punya ini sudah terasa. Tapi ini tetap sama saja, pokoknya tidak ada perubahan makanya saya tetap pakai Pertamax,” tandasnya.
Sementara itu, Sales Branch Manager Kaltimut V Fuel, Ferdi Kurniawan saat dikonfirmasi mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi Pertamax. Ia pastikan, Pertamina hingga saat ini terus berupaya meyakinkan para konsumen Pertamax agar tidak mempercayai isu yang beredar.
“Saya sampaikan untuk masyarakat Kota Tarakan, jangan khawatir. Tidak ada oplosan dan untuk kebutuhan BBM di Tarakan ini tidak ada kekurangan,” tegasnya, Selasa (19/10/2025).
Namun, Ferdi mengakui adanya penurunan cukup signifikan dan bahkan berdampak secara nasional. Meskipun tidak ada kompetitor, tetapi secara pola konsumsi masyarakat mulai bergeser kembali menggunakan BBM bersubsidi, Pertalite.
“Masyarakat yang tadinya mulai nyaman menggunakan Pertamax, karena ada muncul isu ini, mereka kembali lagi ke Pertalite. Kita tidak pungkiri ada pengurangan konsumsi nonsubsidi di Tarakan,” ujarnya,
Ferdi mengungkapkan, biasanya sebelum ada isu tidak sedap tersebut tingkat konsumsi masyarakat bisa mencapai 8 ton atau 1 tangki sehari. Sekarang kurang dari 1 tangki dengan kisaran 5 ton saja atau bahkan kurang.
“Cukup berdampak, cuma kita bisa bangun kembali karena memang pola pikir masyarakat ini tidak presensitif selama produknya memang masih ada dipastikan Pertamax ini akan laku,” ungkapnya.
Meski terjadi pergeseran pola konsumsi, untuk kuota Pertalite saat ini tidak ada penambahan dan masih sama. Salah satu penyebabnya, kebutuhan Pertalite di Tarakan terjadi secara merata dan tidak hanya satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) saja yang memerlukan kuota lebih besar.
“Tapi, memang di rata-rata hampir seluruh SPBU itu kebutuhannya cukup lumayan. Jadi, tidak berpengaruh signifikan. Ketika di satu SPBU mau habis, maka ada SPBU lainnya juga masih ada,” pungkasnya.
Ia menyebutkan, di Tarakan ada 3 SPBU reguler yakni di SPBU Mulawarman, SPBU Ladang dan SPBU Kampung Empat. “Rata-rata untuk pergeseran Pertalite ini ke semua SPBU reguler berkisar 2 tangki atau 3 tangki perhari,” sebutnya.
Pihaknya juga sudah melakukan sejumlah upaya untuk kembali mendapatkan kepercayaan masyararakat terhadap BBM nonsubsidi. Strategi marketing untuk Pertamax, akan ada promo menggunakan aplikasi web Pertamina.
Promo transaksi dengan cara cashless menggunakan aplikasi MyPertamina ini kemungkinan akan dibuat seperti promo bundling atau diskon.
Pertamina, kata dia mengajak masyarakat mendaftarkan barcode sebagai pendataan. Namun, saat pemerintah pusat kedepannya mengunci kendaraan tertentu saja yang menggunakan barcode, maka pihaknya harus mempersiapkan BBM nonsubsidi sebagai subsitusinya.
“Jadi, membuat masyarakat ini tertarik untuk beralih lagi ke Pertamax. Karena di satu sisi BBM untuk Pertalite dan Solar sudah dibentuk pakai barcode. Memang terbatas, belum nanti ketika barcode ini dikunci untuk jenis kendaraan tertenti. Kalau saat ini kan belum,” tuturnya. (saf)
Reporter : Sahida









