TARAKAN, Headlinews.id – Kebijakan pemerintah pusat memangkas dana Transfer ke Daerah (TKD) dinilai bisa menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan layanan dasar masyarakat di Kalimantan Utara (Kaltara). Sebab, lebih dari 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi ke-34 di Indonesia ini masih bergantung pada alokasi dari pusat.
Isu tersebut mencuat dalam rapat koordinasi Komisi II DPR RI dengan Pemerintah Provinsi Kaltara yang dipimpin Wakil Menteri Dalam Negeri, Dr. H. Bima Arya Sugiarto, di Ballroom Swiss-Belhotel Tarakan, Jumat (3/10/2025).
Hadir dalam kegiatan itu Gubernur Kaltara Zainal A. Paliwang, jajaran Forkopimda, kepala daerah kabupaten/kota, serta anggota DPR RI dari berbagai fraksi, diantaranya Deddy Yevri Hanteru Sitorus yang merupakan perwakilan dari Kalimantan Utara di Senayan.
Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menegaskan pemotongan TKD berpotensi mengganggu jalannya pembangunan dan pelayanan publik, khususnya di daerah-daerah yang tingkat ketergantungan fiskalnya sangat tinggi seperti Kaltara.
“Tahun 2025, transfer pusat ke daerah dipotong sekitar Rp50 triliun, dan tahun 2026 bisa mencapai Rp170 hingga Rp200 triliun. Padahal, lebih dari 80 persen APBD Kaltara bergantung pada transfer pusat. Kalau pemotongan sebesar ini diterapkan, bagaimana daerah bisa memastikan layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur berjalan optimal?” ujarnya.
Menurut Deddy, pemerintah daerah perlu segera mencari sumber pendapatan alternatif untuk menutup kekurangan fiskal, misalnya dengan mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun badan layanan daerah. Ia menilai upaya itu penting untuk mengurangi ketergantungan pada pusat, sekaligus memperkuat kemandirian fiskal daerah.
Selain soal TKD, Deddy juga menyoroti kondisi infrastruktur menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang dinilainya masih jauh dari ideal.
“PLBN seharusnya tidak hanya berfungsi administratif, tetapi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Namun kalau akses jalannya saja masih berupa tanah, bagaimana roda ekonomi bisa bergerak? Pusat harus hadir lebih serius di perbatasan,” tegas legislator dari dapil Kaltara itu.
Gubernur Kalimantan Utara, Zainal A. Paliwang, menyambut baik perhatian Komisi II DPR RI. Ia menyebut kunjungan kerja kali ini memberi angin segar bagi daerah yang memiliki posisi strategis sekaligus tantangan besar sebagai wilayah terdepan NKRI.
“Kunjungan ini bukan sekadar agenda kerja DPR RI, tetapi bentuk perhatian dan komitmen mengawal pembangunan di Kalimantan Utara. Daerah ini adalah garda terdepan NKRI yang berbatasan langsung dengan Malaysia, dan memerlukan dukungan kebijakan pusat yang berkelanjutan,” kata Zainal.
Ia menegaskan, pembangunan infrastruktur perbatasan, khususnya PLBN di sejumlah titik seperti Krayan dan Sebatik, masih belum tuntas.
“Masih ada PLBN yang belum terbangun hingga hari ini, padahal keberadaannya sangat penting untuk penguatan kedaulatan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat perbatasan,” jelasnya.
Rapat koordinasi juga menyoroti pentingnya percepatan pembangunan wilayah perbatasan sebagai implementasi Rencana Induk Pengelolaan Batas Negara dan Kawasan Perbatasan (RIPBN-KP) 2025–2029.
Selain infrastruktur, isu pertahanan dan keamanan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, perekonomian lokal, serta perlindungan lingkungan menjadi bagian dari agenda prioritas yang diusulkan ke pemerintah pusat.
Provinsi Kalimantan Utara sendiri kini berusia 13 tahun, dengan luas wilayah 75.468 kilometer persegi yang terdiri atas empat kabupaten dan satu kota. Dengan jumlah penduduk sekitar 775 ribu jiwa, Gubernur optimistis populasi akan menembus satu juta jiwa pada 2026, seiring pengembangan kawasan industri baru dan pembangunan perbatasan yang terus digencarkan.
“Kaltara punya potensi besar di sektor energi, perikanan, dan industri. Jika pembangunan perbatasan didukung penuh oleh pusat, maka dalam beberapa tahun ke depan Kaltara bisa menjadi motor penggerak ekonomi nasional dari wilayah utara Indonesia,” tutur Zainal optimis.
Kunjungan kerja Komisi II DPR RI kali ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis, baik untuk mengawal alokasi fiskal maupun mempercepat pembangunan infrastruktur perbatasan, agar Kalimantan Utara benar-benar berfungsi sebagai serambi depan Indonesia sekaligus benteng kedaulatan NKRI. (rz)