NUNUKAN, Headlinews.id— Sungai Sembakung di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sejak lama dikenal sebagai nadi kehidupan masyarakat perbatasan. Namun di balik peran pentingnya sebagai jalur transportasi dan sumber air bagi ribuan warga, sungai yang membelah dua negara, Indonesia dan Malaysia itu juga menjadi sumber bencana tahunan.
Setiap musim hujan datang, air meluap dan menenggelamkan permukiman warga di Kecamatan Sembakung. Menjadi wilayah hilir dari kawasan hulu yang sebagian berada di wilayah Malaysia, banjir di Sembakung nyaris tak pernah absen setiap tahun.
Hal itu selanjutnya mendorong Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan akan memberi perhatian khusus pada penanganan Sungai Sembakung melalui kajian pengendalian banjir yang dijadwalkan dimulai tahun 2026.
Direktur Bina Teknik Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Ir. Birendrajana, M.T., mengatakan persoalan banjir di Sembakung bukan hanya karena curah hujan lokal, melainkan juga dipengaruhi kondisi di hulu yang berada di wilayah Malaysia.
Pemerintah pusat, kata dia, akan menyiapkan langkah sistematis untuk merumuskan desain pengendalian banjir yang paling sesuai dengan karakteristik sungai perbatasan tersebut.
“Kalau di Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan ini, sungainya berbatasan langsung dengan Malaysia. Problemnya memang banjir. Tahun depan rencananya baru mau studi dulu untuk pengendalian banjirnya,” ujar Birendrajana, saat dikonfirmasi dalam kunjungannya ke Tarakan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, studi ini akan menjadi pijakan awal untuk menentukan langkah teknis yang tepat, mulai dari normalisasi sungai, pembangunan tanggul, hingga penguatan tebing. Semua keputusan akan bergantung pada hasil analisis teknis yang dilakukan setelah studi selesai.
“Bisa pelebaran atau normalisasi, mungkin juga tanggul, tergantung hasil studi nanti. Karena Sembakung ini banjirnya kiriman dari hulu Malaysia dan curah hujannya tinggi. Sekarang kita persiapan Study DED dan dokling untuk Sungai Sembakung,” jelasnya.
Birendrajana menjelaskan, secara nasional Kementerian PUPR mencatat lima wilayah sungai yang berbatasan langsung dengan negara lain, dan salah satunya berada di Provinsi Kalimantan Utara.
Dari wilayah-wilayah tersebut, tiga sungai besar yang menjadi perhatian utama adalah Sungai Sembakung, Sungai Sebuku, dan Sungai yang ada di Sebatik. Sungai Sembakung tidak terhubung langsung dengan sungai Sebuku dan Sebatik, meskipun berada di wilayah yang berdekatan di Kalimantan Utara.
Sungai Sembakung berbatasan dengan sungai Sebuku di bagian utara dan sungai Sesayap di selatan, sedangkan Pulau Sebatik terletak di lepas pantai dan memiliki sungai-sungai yang mengalir di dalamnya, tetapi tidak terhubung dengan sungai besar lainnya.
Meski ketiganya tidak saling berhubungan secara langsung, tetapi memiliki karakter hidrologi yang khas karena mengalir di wilayah perbatasan.
“Kita ada lima wilayah sungai yang berbatasan negara, termasuk salah satunya yang di Kalimantan Utara ini. Ada tiga sungai besar, yaitu Sembakung, Sebuku, dan di Sebatik yang terhubung dengan Malaysia,” ujarnya menambahkan.
Fenomena banjir di Sembakung sering kali disebut banjir kiriman, karena air bah datang dari wilayah Malaysia yang memiliki topografi lebih tinggi.
Akibatnya, meski hujan tidak turun di sisi Indonesia, permukiman warga di Sembakung tetap terendam. Banjir bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu, menutup akses jalan dan memaksa warga mengungsi ke tempat lebih tinggi.
Sementara itu, Bupati Nunukan, Irwan Sabri mengapresiasi langkah Kementerian PUPR yang mulai memberi perhatian pada kondisi Sungai Sembakung. Menurutnya, kehadiran pemerintah pusat melalui program studi pengendalian banjir merupakan sinyal positif bagi masyarakat di daerah perbatasan.
“Ini langkah yang sangat baik. Karena di Sungai Sembakung itu ada namanya banjir tahunan. Kurang lebih ada 50 kepala keluarga kita yang setiap tahun pasti terdampak,” ujar Irwan.
Ia menjelaskan, sebagian masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Sembakung sebenarnya memiliki alternatif lokasi untuk relokasi di daerah perbukitan yang lebih aman dari banjir. Namun, kendala akses jalan membuat rencana tersebut belum bisa terlaksana.
“Kalau misalkan ada jalan di situ bisa segera kita buka, masyarakat bisa pindah ke daerah bukit dengan sendirinya. Jadi tidak perlu menunggu dipindahkan,” ucapnya.
Bupati menambahkan, dalam studi yang akan dilakukan Kementerian PUPR nanti, pihaknya juga akan menyampaikan usulan tambahan pembangunan jembatan yang diharapkan dapat memperkuat konektivitas antardesa di wilayah sungai tersebut.
Jembatan itu nantinya diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tetapi juga mendukung akses evakuasi dan mobilitas ekonomi masyarakat saat terjadi banjir.
Rencana pengendalian banjir di Sungai Sembakung menjadi penting mengingat kawasan ini merupakan bagian dari beranda terdepan Indonesia di perbatasan Kalimantan Utara–Sabah, Malaysia.
Dengan topografi dataran rendah dan aliran sungai yang panjang, wilayah ini sangat bergantung pada sistem pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Melalui studi yang akan dimulai tahun depan, pemerintah berharap dapat memperoleh gambaran menyeluruh mengenai pola aliran sungai, volume debit air, hingga dampak sosial ekonomi masyarakat yang terdampak banjir. Hasilnya akan menjadi dasar untuk menentukan prioritas proyek fisik di tahun-tahun berikutnya. (saf)









