SUMBAR, Headlinews.id — Anggota DPRD Kabupaten Pesisir Selatan, Novermal, dijadwalkan akan dimintai keterangan oleh tim penyidik Polda Sumatera Barat terkait laporan pengusaha pembalakan, Budi Satriadi.
Pemanggilan ini berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik melalui unggahan media sosial mengenai praktik pembalakan liar yang merusak lingkungan di Hulu Sungai Batang Bayang, Sariak Bayang, Nagari Simpang Tanjung Nan Ampek, Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok.
Novermal menjelaskan bahwa pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 1 Desember 2025. Ia menegaskan kedatangannya sebagai warga negara yang taat hukum.
Ia menuturkan, laporan tersebut muncul karena Budi Satriadi merasa nama baiknya tercemar akibat postingan yang mengungkap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan pembalakan liar.
“Postingan itu menyoroti pembalakan yang merusak hutan di hulu Sungai Batang Bayang dan berpotensi memicu bencana banjir bandang,” ujarnya.
Lokasi pembalakan yang menjadi sorotan telah disegel oleh Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sumatera. Kayu hasil pembalakan dan alat berat yang digunakan juga sudah diamankan, sementara proses hukum terhadap pengusaha tersebut telah naik ke tahap penyidikan.
Novermal menegaskan langkahnya dalam menyoroti kerusakan lingkungan dilindungi oleh hak imunitas sebagai anggota DPRD. Ia menyebut pernyataan, pertanyaan, atau pendapat yang disampaikan dalam maupun di luar rapat DPRD terkait tugas dan fungsi dewan tidak dapat dituntut secara hukum, sesuai Pasal 176 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Selain itu, upaya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat juga dilindungi secara hukum. Novermal mengacu pada Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang menyatakan tindakan tersebut tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata.
Ia menambahkan, pembalakan tersebut terjadi di kawasan aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA) hulu Sungai Batang Bayang. Kayu ditebang di perbukitan dengan kelerengan curam, tanpa dokumen UKL/UPL maupun Amdal.
Ia mengingatkan potensi bencana banjir bandang yang bisa mengancam puluhan ribu warga di wilayah itu.
Berdasarkan temuan Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, area pembalakan diduga berada di luar izin PAHT seluas 83 hektare. Sementara Dinas SDA-BK Provinsi Sumbar mencatat kerusakan hutan akibat aktivitas pembalakan mencapai 159 hektare.
Awalnya, kawasan ini merupakan hutan suaka alam dan wisata (SAW). Beberapa lahan seluas sekitar 1.000 hektare kemudian diubah statusnya menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) untuk pembangunan jalan tembus Alahan Panjang Solok – Bayang. Namun pembangunan jalan tersebut tidak dilanjutkan.
Lahan yang diubah ini kemudian diklaim sebagai tanah ulayat oleh penduduk setempat, Syamsir Dahlan, yang mengurus izin sebagai PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah) dan memberikan pengelolaan kepada Budi Satriadi.
Proses pembalakan dilakukan secara besar-besaran dengan memotong pinggang bukit untuk jalan lansir kayu. Di sepanjang sungai terlihat sisa potongan balok kayu limbah. Aktivitas pembalakan menggunakan alat berat seperti excavator dan buldozer, menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan dan mengancam stabilitas wilayah hulu sungai. (*)











