TARAKAN, Headlinews.id – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) mencatat deflasi sebesar -0,01 persen (month to month/mtm) pada September 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka ini menunjukkan perlambatan tekanan harga dibanding bulan sebelumnya, dengan inflasi tahunan (year on year/yoy) tercatat sebesar 2,32 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kaltara, Hasiando Ginsar Manik, mengatakan inflasi Kaltara saat ini masih berada dalam kisaran target inflasi nasional, yaitu 2,50 ± 1 persen, dan lebih rendah dibanding capaian inflasi nasional sebesar 2,65 persen (yoy).
“Secara umum, kondisi inflasi di Kalimantan Utara cukup terkendali. Kami mencatat adanya deflasi ringan pada September terutama karena penurunan harga sejumlah komoditas pangan utama,” ujar Hasiando dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, deflasi pada September didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta kelompok transportasi. Komoditas ikan layang menjadi penyumbang deflasi terbesar, dengan andil -0,07 persen terhadap total deflasi.
Penurunan harga ikan disebabkan kondisi cuaca laut yang kondusif sehingga hasil tangkapan nelayan meningkat dan pasokan tetap terjaga.
Selain itu, bawang merah juga berkontribusi terhadap deflasi sebesar -0,07 persen seiring masuknya masa panen di sejumlah daerah penghasil, sehingga stok melimpah dan harga turun.
“Cuaca yang baik dan mulai masuknya musim panen membuat pasokan ikan dan bawang merah terjaga. Hal ini memberi dampak langsung terhadap penurunan harga di tingkat konsumen,” jelasnya.
Sementara itu, dari kelompok transportasi, penurunan tarif angkutan udara turut menyumbang deflasi sebesar 0,05 persen. Hasiando menjelaskan, harga tiket pesawat mengalami penyesuaian oleh maskapai untuk mengantisipasi masuknya maskapai baru yang akan beroperasi di wilayah Kaltara pada Oktober 2025.
Di sisi lain, Hasiando menyebut terdapat beberapa komoditas yang justru menahan deflasi, terutama dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Kenaikan harga emas perhiasan, yang menyumbang inflasi sebesar 0,09 persen (mtm), dipengaruhi oleh peningkatan harga emas global. “Harga emas dunia naik karena ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed yang cenderung melonggar setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat melemah,” katanya.
Selain itu, harga daging ayam ras juga mengalami kenaikan dan menyumbang inflasi sebesar 0,04 persen. Kondisi ini terjadi karena meningkatnya harga live bird dan Day Old Chick (DOC) di tingkat nasional.
Meski terdapat dinamika harga pada beberapa komoditas, inflasi Kaltara secara umum tetap terjaga. Hasiando menilai capaian ini tidak lepas dari sinergi kuat antara Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Kaltara dan seluruh pemangku kepentingan yang terus menerapkan strategi 4K — Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
“TPID di seluruh kabupaten dan kota terus berupaya menjaga stabilitas harga pangan. Salah satunya melalui kegiatan pasar murah, penguatan kerja sama antar daerah, serta pemanfaatan teknologi pertanian digital,” ungkapnya.
Sepanjang tahun 2025, TPID Kaltara telah melaksanakan 87 kegiatan pasar murah di berbagai wilayah untuk menjaga keterjangkauan harga komoditas strategis bagi masyarakat. Selain itu, Bank Indonesia juga mendukung penerapan Good Agriculture Practices (GAP) melalui digital farming guna meningkatkan produktivitas komoditas pangan dan hortikultura di daerah.
Langkah konkret lain dilakukan melalui Kerja Sama Antar Daerah (KAD) dengan Provinsi Sulawesi Selatan untuk menjaga kelancaran distribusi bahan pangan, terutama pada komoditas rentan inflasi seperti bawang merah dan cabai.
“Kami juga mendorong sinergi antar pemerintah daerah dan BUMN logistik untuk memperkuat rantai pasok. Salah satunya melalui pengiriman dua ton bawang merah dari Kabupaten Enrekang ke Kota Tarakan yang difasilitasi BI dan menjadi proyek percontohan bagi daerah lain,” tutur Hasiando.
Kedepan, Kantor Perwakilan BI Kaltara bersama TPID berkomitmen memperkuat komunikasi publik, termasuk melalui kegiatan High Level Meeting (HLM), operasi pasar, sidak harga, hingga kampanye edukatif belanja bijak di media sosial dan radio.
“Upaya menjaga inflasi bukan hanya soal harga, tetapi juga soal bagaimana mengelola ekspektasi masyarakat,” pungkas Hasiando. (saf)










