TARAKAN, Headlinews.id – Kehadiran Serikat Pekerja di kalangan para pekerja pada setiap perusahaan, sebagai salah satu peluang para pekerja mendapatkan haknya. Tidak hanya dengan aksi, hak ini juga bisa didapatkan dengan berbagai cara yang baik
Sumardi Wakil Ketua DPC FSP Kahutindo menuturkan, nilai inilah yang sebenarnya masih diupayakan untuk dilakukan. Menghilang image Serikat pekerja yang selalu gelar aksi untuk menuntut hak.
“Justru dengan adanya kolaborasi dalam beberapa tahun terakhir ini, untuk menghilangkan image itu. Ya kan, bahwa serikat itu bukan cuma tau demo gitu,” ujarnya, Minggu (27/4/2025).
Menurutnya, banyak orang berasumsi hadirnya Serikat Pekerja dianggap pengusaha saat ini, berbahaya karena sering demo untuk melakukan perlawanan.
“Nah inilah yang akan kita bangun, bahwa kami ini mitra yang benar, serikat yang benar. Jadi kalau kami ada serikat, kami menimbulkan kenyamanan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, pihaknya hanya menyampaikan apa saja hak dan kewajiban yang perlu ditunaikan bersama. Jadi tidak ada yang dirugikan, sehingga timbul hubungan industrial yang baik.
Image ini juga sudah dibangun cukup lama hingga Serikat Pekerja kemudian bisa dipandang baik, kemudian bisa bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) maupun pihak perusahaan.
Setiap serikat punya AD, ART masing-masing, sehingga semua berjalan sesuai aturan.
“Kami di Kahutindo juga sudah tidak berbicara lagi tentang bagaimana harus turun ke jalan, harus mempunyai luangkan aspirasi. Karena menurut kami sekarang, turun ke jalan itu menguras tenaga, menguras biaya dan tidak bisa kita pungkiri,” tandasnya.
Menurutnya, sekarang sudah harus berpikir bagaimana duduk bersama dengan pemerintah dan pengusaha untuk membicarakan hak pekerja.
“Jadi tidak harapan kita kalau bisa kita selesaikan di atas meja, ngapain kita turun ke jalan,” tegasnya.
Sama halnya pada peringatan Mayday di 1 Mei nanti, momen yang biasanya diwarnai dengan aksi demo besar besaran ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk merubah paradigma dari pihak pengusaha.
“Tidak hanya demo, tapi kolaborasi. Jadi sama-sama kita, selesaikan semua permasalahan yang ada tentang tenaga kerjaan,” bebernya.
Ia mengungkapkan hampir semua perusahaan pasti memiliki banyak persoapan, terutama berkaitan pekerja. Harus bisa menyelesaikan dengan duduk bersama melalui bipartit.
Bipartit ini merupakan perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha, untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan.
“Bisa dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan. Tapi kami juga bisa sampai di Pengadilan Hubungan Industrial. Tidak lagi memakai cara anarkis sampai harus menutup pabrik,” ungkapnya.
Meski ia menyebut aksi anarkis yang dilakukan dipulau Jawa misalnya sampai menutup pabrik, hal tersebut terjadi karena solidaritas. Dari permasalahan beberapa orang berdampak pada seribu orang lebih.
“Itu sudah tidak kita inginkan lagi. Kalau selesaikan dengan kekerasan, hanya berkutat pada lingkaran itu saja. Duduk bersama menyelesaikannya dengan Bipartit. Sama seperti Mayday itu sudah kami stop demo sejak 2011,” pungkasnya. (*/rs)