TARAKAN, Headlinews.id – Layanan kesehatan di Kalimantan Utara kembali mencatat kemajuan penting. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Jusuf SK Tarakan resmi mengoperasikan alat Digital Subtraction Angiography (DSA), sebuah perangkat diagnostik berteknologi tinggi yang berfungsi mendeteksi kelainan pada pembuluh darah, terutama pembuluh darah otak.
Alat tersebut mulai digunakan perdana pada Sabtu (25/10/2025) pagi kepada dua pasien dengan riwayat stroke. Prosedur berjalan lancar dan menandai babak baru peningkatan pelayanan medis spesialistik di RSUD dr. H. Jusuf SK.
Neurointervensi (DSA) merupakan bagian dari program unggulan RSUD dr. H. Jusuf SK dan inisiatif Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Program unggulan lain meliputi Cateter Jantung, Bedah Jantung, dan Kemoterapi untuk pasien kanker.
Menurut Plt. Direktur RSUD dr. H. Jusuf SK, dr. Budy Azis, Sp.PK, MH, program ini bertujuan agar pasien dari Kalimantan Utara tidak perlu lagi dirujuk keluar daerah, yang selama ini menimbulkan biaya transportasi dan akomodasi cukup tinggi.
“Dengan hadirnya layanan Neurointervensi di RSUD dr. H. Jusuf SK, pasien dari seluruh Kalimantan Utara bisa mendapatkan penanganan medis yang cepat, tepat, dan lengkap tanpa harus keluar daerah,” kata dr. Budy.
Dengan hadirnya DSA dan kesiapan tindakan lanjutan, RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan diharapkan mampu menangani stroke dan kelainan pembuluh darah otak secara cepat, akurat, dan efektif, sekaligus meningkatkan akses layanan kesehatan berkualitas di Kalimantan Utara.
“Kami terus berupaya menghadirkan layanan medis canggih, sehingga RSUD dr. H. Jusuf SK bisa menjadi pusat rujukan di provinsi, khususnya untuk kasus kompleks seperti stroke, kelainan pembuluh darah otak, penyakit jantung, dan kanker,” tambahnya.
Dokter spesialis saraf RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan, dr. Angelika L.S., M.Biomed, Sp.N, FINA, menjelaskan, DSA merupakan pemeriksaan diagnostik yang memiliki tingkat akurasi tertinggi dibandingkan metode konvensional lain.
“Tindakan DSA ini dilakukan untuk mendiagnosis dan mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas pada pembuluh darah, khususnya pembuluh darah otak,” ujar dr. Angelika.
Dalam pelaksanaan perdananya, dua pasien yang menjalani tindakan DSA sama-sama memiliki riwayat stroke. Namun, kompleksitas pemeriksaan pada masing-masing pasien berbeda.
“Pasien pertama berusia 29 tahun, prosesnya lancar dan selesai sekitar 30 menit. Sedangkan pasien kedua berusia 40 tahun, membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit karena pembuluh darahnya lebih kompleks akibat hipertensi lama,” jelasnya.
Menurut dr. Angelika, perbedaan waktu tersebut disebabkan oleh kondisi anatomi dan tingkat kesulitan manuver alat di dalam pembuluh darah. Meski demikian, kedua prosedur berjalan aman dan tuntas tanpa tindakan lanjutan.
“Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan pelebaran atau malformasi pembuluh darah. Keduanya cukup dengan pengobatan medis tanpa perlu tindakan lanjutan seperti pemasangan koil,” tambahnya.
Ia menerangkan, DSA bekerja menggunakan sinar X-ray layaknya rontgen, namun dilengkapi sistem angiografi yang menampilkan gambar pembuluh darah secara langsung dan detail.
“DSA dilakukan secara real time. Jadi gambarnya langsung terlihat di layar monitor hanya untuk pembuluh darah. Struktur lain akan dihilangkan, makanya disebut subtraction, artinya menghapus bagian yang tidak dibutuhkan,” kata dokter yang sudah berdinas sejak Tahun 2017 ini.
Teknologi ini membuat dokter dapat mendeteksi secara akurat apakah terjadi penyempitan, penyumbatan, atau pelebaran pembuluh darah. DSA juga dikenal sebagai “gold standard” atau standar emas dalam pemeriksaan pembuluh darah karena tingkat akurasinya yang tinggi.
Prosedur dilakukan dengan bius lokal di pangkal paha, tempat alat kateter kecil dimasukkan. Selama tindakan berlangsung, pasien tetap sadar dan dapat berkomunikasi dengan tim medis.
“Rata-rata durasi tindakan satu jam. Kita batasi supaya risiko tetap rendah, karena semakin lama berada di pembuluh darah, potensi risiko juga meningkat,” terangnya.
Pelaksanaan DSA perdana ini melibatkan tim medis gabungan. Selain dr. Angelika sebagai penanggung jawab utama, tindakan tersebut juga didampingi dr. Anthony Gunawan, Sp.N, FINA., spesialis saraf dari RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan yang memiliki keahlian di bidang neurointervensi.
“Kami berkolaborasi dengan dokter Antoni dari Balikpapan. Beliau juga spesialis saraf, khusus di bidang neurointervensi, yakni penanganan pembuluh darah otak melalui tindakan minimal invasif,” ujar dr. Angelika.
Dalam satu tim pelaksana, terdapat dua perawat, satu radiografer, dan satu perawat yang bertugas memantau kondisi pasien dari ruang monitor. Seluruh peralatan dan sistem penunjang dinyatakan berfungsi baik.
Dengan beroperasinya alat DSA ini, RSUD dr. H. Jusuf SK menjadi rumah sakit pertama di Provinsi Kalimantan Utara yang mampu melakukan pemeriksaan pembuluh darah otak secara digital. Sebelumnya, pemeriksaan serupa hanya tersedia di rumah sakit besar di Kalimantan Timur.
“Kalau di Kaltara baru ada di RSUD dr. H. Jusuf SK. Di Kalimantan lain sudah lebih dulu, salah satunya di Balikpapan tempat dokter Antoni bertugas,” ungkapnya.
Sebelum memiliki DSA, pemeriksaan pembuluh darah di RSUD dr. H. Jusuf SK hanya mengandalkan metode seperti CT Scan, MRI, CTA, atau MRA. Meski masih bisa digunakan, tingkat ketepatannya tidak setinggi DSA.
“Kalau jaringan otak kita lihat pakai CT Scan atau MRI. Tapi kalau pembuluh darah, DSA ini paling akurat. Itulah sebabnya disebut baku emas untuk diagnosis pembuluh darah,” tutup dr. Angelika. (saf)










