TARAKAN, Headlinews.id – RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan mulai mengoperasikan Digital Subtraction Angiography (DSA), teknologi diagnostik canggih untuk memeriksa kelainan pada pembuluh darah, khususnya otak. Alat ini digunakan perdana pada Sabtu (25/10/2025) pagi kepada dua pasien dengan riwayat stroke.
Pelaksanaan perdana DSA turut didampingi dr. Anthony Gunawan, Sp.N, FINA, dokter tamu dari RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, yang mendampingi tim medis lokal dalam prosedur perdana tersebut.
Menurut dr. Anthony, DSA merupakan standar baku emas untuk pemeriksaan pembuluh darah otak.
“DSA itu tahap melihat dulu. Setelah pemeriksaan, kita bisa menemukan berbagai kelainan pembuluh darah, mulai dari sumbatan yang menyebabkan stroke, pengembungan pembuluh darah, hingga kebocoran yang dapat menimbulkan perdarahan otak,” kata dr. Anthony.
Jika ditemukan kelainan, tindakan lanjutan dilakukan sesuai kondisi pasien. Pada stroke akut dengan sumbatan pembuluh darah besar, dokter dapat melakukan mechanical thrombectomy, alat khusus dimasukkan melalui kateter untuk menarik sumbatan sehingga pasien berpotensi pulih normal tanpa cacat bila ditangani cepat.
“Ini tindakan minimal invasif. Prosedurnya mirip operasi, tapi tidak melalui pembedahan terbuka. Bisa digunakan untuk berbagai kelainan pembuluh darah, baik stroke akut maupun perdarahan akibat kelainan pembuluh darah,” tambah dr. Anthony.
DSA juga menjadi dasar penanganan aneurisma atau pengembungan pembuluh darah otak. Alat khusus dimasukkan melalui kateter untuk menutup atau menambal pembuluh darah yang pecah, prosedur yang disebut endovascular coiling.
“Setelah DSA, kita tahu lokasi kelainan, baru dilakukan tindakan intervensi seperti mechanical thrombectomy untuk stroke akut, embolisasi untuk malformasi arteri-vena, atau coiling untuk aneurisma. Semua melalui kateter, jadi minimal invasif,” ujarnya.
Prosedur ini membutuhkan ketelitian tinggi karena pembuluh darah otak sangat kompleks dan tiap pembuluh memiliki fungsi khusus. Kesalahan bisa berakibat cacat saraf, namun manfaat tindakan intervensi jauh lebih besar.
“Intervensi ini juga bisa dilakukan pada pembuluh darah sumsum tulang belakang,” jelasnya.
Selama menjadi dokter ahli saraf, ia mengungkapkan dari yang ada menunjukkan sebagian besar pasien DSA adalah kasus stroke, sekitar 70 persen stroke sumbatan, sisanya perdarahan atau kelainan pembuluh darah lain.
DSA juga digunakan untuk pasien dengan gejala seperti pusing berputar (vertigo), atau kelainan pembuluh darah di belakang kepala.
“Faktor risiko stroke tidak hanya orang tua. Anak-anak pun bisa terkena stroke akibat kelainan genetik, gangguan pembekuan darah, atau trauma pada pembuluh darah. Kini tren stroke bergeser ke usia muda, 30–40-an tahun, akibat pola hidup tidak sehat, makanan cepat saji, dan rokok,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kemajuan teknologi memungkinkan deteksi kelainan lebih sensitif, termasuk pada pasien muda. Gejala ringan seperti pusing atau vertigo kini lebih cepat dicurigai sebagai tanda awal gangguan pembuluh darah otak.
DSA bekerja menggunakan sinar X-ray seperti rontgen, namun dilengkapi sistem angiografi yang menampilkan gambar pembuluh darah secara real time. Struktur lain seperti tulang atau jaringan dihilangkan sehingga hanya pembuluh darah yang terlihat, itulah makna istilah subtraction.
“DSA menampilkan gambaran pembuluh darah secara detail dan akurat. Dari sini kita bisa melihat penyempitan, penyumbatan, atau pelebaran pembuluh darah, termasuk aneurisma atau malformasi,” jelas dr. Anthony.
Pelaksanaan DSA dilakukan dengan bius lokal di pangkal paha tempat kateter dimasukkan. Pasien tetap sadar dan dapat berkomunikasi dengan tim medis. Rata-rata durasi tindakan adalah satu jam untuk menjaga risiko tetap rendah.
Dengan hadirnya DSA dan kesiapan tindakan lanjutan, RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan diharapkan mampu menangani stroke dan kelainan pembuluh darah otak secara cepat, akurat, dan efektif, tanpa harus merujuk pasien ke luar provinsi. (saf)










