Berikut adalah perbaikan dari artikel tersebut:
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 Beri Kesempatan Partai Politik Tanpa Kursi di DPRD untuk Ikut Pilkada 2024, Asalkan Memenuhi Syarat
Tanjung Selor, Headlinews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa partai politik non-parlemen atau yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.
Menurut Pasal 11 ayat 1 dan 3 PKPU Nomor 8 Tahun 2024, partai politik peserta Pemilu atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah jika memenuhi persyaratan perolehan suara. Pasal 11 ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik dapat mengusung pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah tersebut. Sementara itu, ayat 3 mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah.
Peraturan KPU Provinsi Kaltara Nomor 57 Tahun 2024 menyebutkan bahwa perolehan suara sah minimal 25 persen bisa dijadikan dasar bagi partai politik untuk mengusung kandidat bakal calon dalam Pilkada nanti.
Putusan MK ini memberikan kesempatan kepada partai politik peserta Pemilu 2024 yang tidak meraih kursi di lembaga legislatif untuk mengusung pasangan calon pada Pilkada 2024, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan.
Sebelumnya, hanya partai politik yang meraih kursi DPRD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, yang dapat mengusung pasangan calon pada Pilkada 2024, sesuai dengan Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015. Pasal tersebut menyatakan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah.
Namun, persyaratan tersebut telah dianulir oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim MK kemudian mengubah Pasal 40 ayat 1. Berdasarkan putusan MK yang dibacakan pada Selasa (21/8/2024), untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika memenuhi persyaratan di provinsi dengan jumlah penduduk yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) hingga 2.000.000 jiwa, dengan syarat partai politik atau gabungan partai politik memperoleh minimal 10 persen suara sah di provinsi tersebut.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltara, jumlah penduduk provinsi ini pada tahun 2023 mencapai 730.010 jiwa. DPT Provinsi Kaltara mencatat 504.251 pemilih pada 27 Juni 2023. Dengan jumlah ini, syarat tersebut dapat mempengaruhi peta politik non-parlemen dalam Pilgub Kaltara.
Untuk calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, dan calon wakil wali kota di kabupaten/kota dengan jumlah penduduk tercatat dalam DPT hingga 250.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 10 persen suara sah di kabupaten/kota tersebut.
Tarakan, dengan jumlah penduduk terbesar di Kaltara, mencapai 275.915 jiwa pada tahun 2024 menurut data BPS Tarakan. Sementara kabupaten lainnya memiliki jumlah penduduk di bawah 250.000 jiwa. DPT Kaltara pada Pileg Tahun 2024, berdasarkan data KPU Kaltara pada 27 Juni 2023, adalah sebagai berikut: Tarakan 169.702 pemilih, Kabupaten Bulungan 112.128 pemilih, Tana Tidung 19.868 pemilih, Nunukan 146.242 pemilih, dan Malinau 56.311 pemilih.
Keputusan MK ini dapat mempengaruhi Pilkada di kabupaten/kota di Kaltara yang memenuhi syarat tersebut. Perubahan ini akan berdampak pada PKPU Nomor 8 Tahun 2024 yang seharusnya sudah diterapkan dalam Pilkada 2024.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltara, Chairulliza, saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk dari KPU RI terkait keputusan MK tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan MK bersifat mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.
“Kami masih akan menunggu petunjuk dari KPU RI. Arahan dan petunjuk dari KPU RI sebagai regulator kebijakan sangat penting,” tuturnya, Selasa (20/8/2024). (rn/saf)
Discussion about this post