JAKARTA, Headlinews.id — Meski menyuplai 30 persen gas dan 12 persen minyak nasional, Kalimantan Timur belum merasakan manfaat sepadan dari kekayaan migasnya. Hal ini ditegaskan Gubernur Kalimantan Timur, Dr. H. Rudy Mas’ud, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
RDP tersebut digelar bersama Dirjen Migas Kementerian ESDM, SKK Migas, para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), serta kepala daerah dari Kaltim dan Papua Barat.
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya dan Wakil Ketua Sugeng Suparwoto ini membahas potensi migas di kedua daerah serta pelaksanaan skema Participating Interest (PI) 10 persen bagi daerah penghasil.
Di hadapan anggota Komisi XII, Gubernur Rudy Mas’ud memaparkan kondisi aktual pengelolaan migas di Kaltim.
Menurutnya, selama bertahun-tahun daerah penghasil seperti Kaltim menjadi penopang utama energi nasional, namun belum memperoleh peningkatan kesejahteraan yang proporsional.
Padahal, menurut undang-undang, daerah memiliki hak untuk menikmati hasil sumber daya alam yang dihasilkan di wilayahnya.
“Kaltim adalah tulang punggung energi nasional. Tapi kontribusi sebesar itu tidak sebanding dengan penerimaan yang kami dapatkan,” tegas Rudy.
Ia menambahkan tujuan utama PI 10 persen adalah memastikan masyarakat di wilayah penghasil migas ikut merasakan manfaat pembangunan, bukan justru menanggung risiko keuangan akibat beban operasional dan perpajakan.
Gubernur juga menyoroti persoalan klasik yang masih terjadi di banyak daerah penghasil: kekayaan alam yang melimpah tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Jangan sampai terjadi ironi bahwa daerah yang kaya SDA justru rata-rata masyarakatnya hidup miskin. Itu harus kita perbaiki bersama,” katanya.
Dalam forum tersebut, Rudy mengangkat fakta dua blok migas di Kaltim yang telah memberikan PI 10 persen justru menimbulkan beban keuangan bagi BUMD pengelola.
Beban pajak dan kewajiban lain membuat nilai PI tidak menghasilkan keuntungan, bahkan mencatatkan minus. Hal ini, menurut Rudy, menjadi sinyal adanya ketidaksesuaian mekanisme yang harus segera ditinjau ulang oleh pemerintah pusat dan DPR RI.
Gubernur Rudy berharap Panja Migas dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang memperkuat posisi daerah. Menurutnya, tanpa keberpihakan regulasi dan implementasi yang tepat, daerah penghasil akan terus berada dalam situasi timpang antara kontribusi dan penerimaan.
“Kami ingin keadilan bagi masyarakat Kaltim. Hasil bumi ini harus kembali memberi manfaat nyata kepada daerah,” ujarnya.
RDP ini juga menjadi momentum memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan pengelolaan migas nasional.
Selain mempersoalkan PI, Gubernur Rudy menyinggung perlunya transparansi dari KKKS terkait lifting, perhitungan biaya operasional, hingga mekanisme bagi hasil yang selama ini dinilai tidak sepenuhnya terbuka bagi pemerintah daerah.
Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, mengamini persoalan tersebut dan menyebut kondisi Kaltim sebagai “preseden buruk.” Menurutnya, PI seharusnya berfungsi sebagai instrumen peningkatan pendapatan daerah, bukan menjadi sumber kerugian.
Bambang memastikan Komisi XII akan menindaklanjuti laporan Gubernur Kaltim dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Migas.
Panja ini akan melakukan pendalaman terhadap tata kelola PI, menelusuri kewajiban perpajakan, mengevaluasi kinerja operator blok migas, serta mendorong peningkatan peran BUMD dalam pengelolaan sumur-sumur tua.
Komisi XII juga berencana mengkaji mekanisme pembagian PI agar lebih berpihak kepada daerah penghasil dan sesuai dengan tujuan awal kebijakan tersebut. (*)










