SAMARINDA, Headlinews.id— Masukan dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan di Kalimantan Timur diterima Komisi X DPR RI dalam kunjungan kerja ke provinsi ini, Rabu (19/11/2025).
Pertemuan berlangsung di Kantor Balai Guru dan Tenaga Kependidikan Provinsi Kaltim, menjadi forum diskusi terkait revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Ketua Komisi X, Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, M.P.P., menyatakan pihaknya sangat menghargai masukan dari pemangku kepentingan pendidikan di Kaltim. Pihaknya juga mengapresiasi pelaksanaan Gratispol dan Jospol yang sudah dilaksanakan pemprov Kaltim.
“Kami mencatat aspirasi dari guru, kepala sekolah, pengelola perguruan tinggi, dan pemerintah daerah. Semua catatan ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan revisi UU Sisdiknas agar lebih berpihak pada kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah 3T dan kelompok marginal,” ujarnya, saat dihubungi Kamis (20/11/2025).
Beberapa isu utama yang disampaikan dalam pertemuan meliputi kebutuhan afirmasi untuk daerah 3T dan wilayah marginal, perlindungan hukum bagi guru, penyetaraan pendidikan umum dan keagamaan, pengaturan mutasi bagi guru PPPK, serta keberpihakan terhadap Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Selain itu, masukan dari peserta pertemuan juga menekankan perlunya kepastian hukum bagi guru agar tidak mudah dipidanakan saat menjalankan tugas, pengaturan yang setara antara pendidikan umum dan keagamaan. Serta dukungan bagi Perguruan Tinggi Swasta melalui peningkatan akses pendidikan lanjut, kepastian status dosen, dan kesempatan belajar yang setara.
Hetifah menegaskan, aspirasi ini akan menjadi masukan penting bagi Komisi X dalam pembahasan revisi UU Sisdiknas bersama Pemerintah.
“Tujuan kami adalah menciptakan ekosistem pendidikan nasional yang terpadu, adil, dan berkualitas, sehingga semua anak di Indonesia mendapat layanan pendidikan yang layak tanpa terkecuali,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim, Armin S.Pd., M.Pd., turut memberikan penjelasan terkait kesenjangan kualitas sekolah di provinsi ini masih cukup signifikan.
“Gap antara satu sekolah itu lumayan tinggi. Banyak sekolah yang sudah established dan standar nasional maupun internasional, tapi ada juga yang masih jauh. Tanggung jawab kami untuk melakukan intervensi,” kata Armin.
Sedangkan terkait guru PPPK, Armin menyebut pihaknya terpaksa mengambil kebijakan internal karena regulasi mutasi guru PPPK belum ada.
“Ketika di satu sekolah numpuk guru, sementara sekolah lain kekurangan, saya memberikan nota penugasan. Ini sebenarnya tidak terlalu dibolehkan, tapi juga tidak ada sanksi. Karena ini kepentingan anak-anak, saya lakukan saja,” ujarnya.
Armin menambahkan pentingnya keberadaan guru pengganti. Menurutnya, kesiapan guru pengganti sangat penting untuk kepentingan anak-anak selama masa belajar mengajar. Ia pun meminta ada perhatian dari pusat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Guru pengganti krusial sekali. Kami menyiapkannya melalui BOSDA, sehingga sekolah bisa mengusulkan dan nanti kami approve untuk penganggaran. Di Kabupaten/Kota mungkin belum ada, tapi di Provinsi sudah berjalan,” jelasnya. (*)










