KUTAI KARTANEGARA, Headlinews.id — Lahan pesantren di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, diduga terdampak kegiatan tambang batu bara. Pihak pengelola pesantren menilai aktivitas hauling perusahaan telah memasuki area mereka dan mengganggu kegiatan pendidikan yang berjalan selama ini.
Persoalan ini mencuat setelah pihak pesantren, melalui Afrizal selaku perwakilan, melaporkan dugaan gangguan tersebut kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Kutai Kartanegara.
Laporan itu kemudian menjadi perhatian berbagai pihak, mengingat lokasi pesantren berdekatan langsung dengan jalur hauling dan area operasional tambang yang cukup padat aktivitas.
Menindaklanjuti laporan itu, DLHK Kutai Kartanegara membentuk tim verifikasi yang melibatkan unsur lintas instansi, di antaranya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kutai Kartanegara, serta Pemerintah Kecamatan Loa Janan.
Hasil verifikasi lapangan yang dilakukan pada Agustus dan Oktober 2025 menemukan sejumlah titik koordinat kegiatan tambang yang berada sangat dekat dengan lahan pesantren. Di beberapa titik, terpantau adanya aktivitas hauling dan penambangan aktif yang menimbulkan debu dan kebisingan, sementara di titik lain tidak ditemukan aktivitas tambang.
Menurut keterangan Afrizal, kegiatan tersebut telah menyebabkan gangguan terhadap aktivitas belajar santri dan mengurangi kenyamanan di lingkungan pesantren. Selain itu, sebagian lahan yang digunakan untuk pertanian kecil turut terdampak akibat perubahan kontur tanah dan lalu lintas kendaraan tambang.
“Pesantren kami berdiri jauh sebelum tambang beroperasi. Kami hanya meminta kejelasan batas lahan agar kegiatan kami tidak terganggu. Kami punya bukti kepemilikan yang sah, dan harapannya pihak perusahaan bisa menghormati itu,” ujarnya kepada tim verifikator.
Ia menambahkan, pihak pesantren terbuka terhadap keberadaan perusahaan tambang selama kegiatan tersebut tidak mengganggu fungsi sosial dan pendidikan yang dijalankan pesantren.
“Kami tidak menolak investasi, tapi mohon agar aktivitas tambang memperhatikan dampaknya terhadap lembaga pendidikan dan masyarakat sekitar,” kata Afrizal.
Sementara itu, PT Batuah Energi Prima selaku perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut menyampaikan kesediaannya untuk menyerahkan data dan dokumen legalitas terkait batas wilayah kerja tambang.
Perusahaan juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah guna memastikan aktivitas operasional mereka tidak melampaui area izin yang telah ditetapkan.
DLHK Kutai Kartanegara menegaskan bahwa laporan masyarakat menjadi dasar penting dalam pengawasan kegiatan tambang di wilayah setempat. Pihak perusahaan diminta untuk segera menyampaikan Laporan Pengelolaan Lingkungan (RKL-RPL) Semester I Tahun 2025 sebagai bagian dari evaluasi kepatuhan lingkungan.
Perwakilan DLHK, Pramudia Wisnu, menyampaikan pihaknya akan menindaklanjuti hasil verifikasi dengan langkah administratif dan teknis sesuai aturan yang berlaku.
“Kami memastikan tidak ada aktivitas tambang yang melanggar izin atau mengganggu lahan masyarakat, terlebih lagi fasilitas pendidikan seperti pesantren,” ujarnya.
Menurut Pramudia, tim gabungan juga akan melibatkan ATR/BPN untuk memeriksa keabsahan dokumen kepemilikan lahan, termasuk batas koordinat antara wilayah tambang dan area milik pesantren. Langkah ini diharapkan dapat menjadi dasar penyelesaian sengketa secara objektif dan mencegah potensi konflik di kemudian hari.
Pemerintah daerah menilai kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak mengenai perlunya keseimbangan antara kegiatan ekonomi dan perlindungan ruang sosial.
“Pembangunan berbasis sumber daya alam, seharusnya tetap memperhatikan keberadaan lembaga pendidikan, tempat ibadah, serta pemukiman masyarakat di sekitarnya,” tegasnya.
Hingga kini, proses klarifikasi dan pemetaan batas lahan masih berjalan. Hasil akhir dari verifikasi lapangan dan pemeriksaan dokumen akan menentukan tindak lanjut antara pihak pesantren dan perusahaan tambang. Pemerintah berharap kedua belah pihak dapat menempuh jalur komunikasi yang konstruktif demi menjaga stabilitas sosial di kawasan Loa Janan. (*)